Senin, 12 September 2016

Nihon Daisuki! 2: Nana (7)

Nihon Daisuki 2: Dainigakki
Nana

          Satu minggu berlalu setelah Asuna tampil. Sekarang kami memasuki hari Rabu, dan pelajaran pertama adalah pelajaran olahraga. Guru yang mengajari kami olahraga adalah Tetsu sensei.
          “Ohayou gozaimasu,” kata Tetsu sensei.
          “Ohayou gozaimasu,” kata kami semua semangat.
          “Hai, minna-san, sebelum kita olahraga, saya ingin kalian lari keliling lapangan 10 putaran,” kata Tetsu sensei.
          Kami semua kaget. 10 putaran? Pasti itu akan membuat kita semua kecapekan.
          “Siap?” tanya Tetsu sensei.
          “Siap!” seru kami semua. Lalu Tetsu sensei meniup peluitnya, tanda kita harus mulai berlari.
          Aku dan teman-teman pun mulai berlari. 1 putaran, 2 putaran, 3 putaran, dan seterusnya sampai 10 putaran. Aku pun sampai ngos-ngosan. Aku belum pernah disuruh lari 10 putaran, karena sebelumnya di Indonesia, aku dan teman-teman lamaku disuruh lari 3 atau 5 putaran.
          Namun, ketika aku mencapai putaran ke 5, aku mendengar suara orang batuk.
          “Uhuk, uhuk, uhuk!”
          Akupun menengok ke belakang. Ternyata Asuna!
          “Uhuk, uhuk!”
          “Asuna-san!” seruku, “doshita no (kamu kenapa)?”
          ‘Uhuk, uhuk!” Asuna masih batuk, “Gianna-san...tasukete (tolong)!” Lalu dia terjatuh. Aku pun menahannya, kemudian aku kaget. Di mulut Asuna, ada DARAH!
          “Sensei,” aku memanggil Tetsu sensei sambil membawa Asuna, “tasukete!”
          “Gianna-san!” seru Tetsu sensei, “doshita no?
          “Asuna-san!” jawabku, “Asuna-san sakit!”
          Tetsu pun melihat Asuna. Beliau pun kaget sekali.
           “Biar saya bawa Asuna ke UKS. Kamu terus berlari, Gianna-san!” kata Tetsu sensei.
          “Hai!” kataku. Lalu aku melanjutkan berlari.
          Tak lama kemudian, Tetsu sensei kembali lalu mengumumkan, kalau Asuna langsung dibawa ke rumah sakit, karena UKS tidak sanggup memeriksanya.
******
          Di waktu istirahat, aku dan teman-teman berkumpul di kelas. Kami sangat mengawatirkan Asuna.
          “Kira-kira Asuna sakit apa, Gianna-san?” tanya Reiko kepadaku.
          “Entahlah,” kataku, “tapi tadi aku melihat darah keluar dari mulutnya.”
          “Darah?!” kata Reiko, Nagisa, Daichi, dan Mitsuo serempak.
          “Iya, darah,” kata Gianna, “aku tidak tahu kenapa dia bisa mengeluarkan darah dari mulutnya.”
          “Kalau begitu,” kata Daichi, “bagaimana kalau kita jenguk dia sepulang sekolah?”
          Hening seketika. Lalu kami mengangguk.
******
          Sepulang sekolah, aku dan teman-teman pergi menjenguk Asuna. Tapi kemudian, Daichi melihat BBM dari Ayahnya kalau Asuna adalah pasien Ayahnya. Jadi kami semua pergi menjenguk Asuna di rumah sakit Kibe.
          Sesampainya di rumah sakit, aku dan teman-teman menghampiri Ayah Daichi untuk menanyakan keadaan Asuna.
          “Otousan (ayah), bagaimana keadaan Asuna?” tanya Daichi, “apa penyakitnya?”
          Ayah Daichi menghela napas. Lalu beliau berkata, “Asuna terkena Tuberkulosis.”
           “TUBERKULOSIS?!” tanyaku dan teman-teman serempak.
          “Iya, Asuna kena Tuberkulosis, dan dia harus rawat inap karena butuh banyak darah,” kata Ayah Daichi.
          Mulut kami semua menganga lebar karena shock, terutama aku. Karena kemudian aku teringat wali kelasku yang meninggal karena penyakit itu ketika aku masih kelas 5.
          Di depan ruang rawat Asuna, aku dan teman-teman melihat seorang wanita menangis dengan seorang pria menghiburnya.
          “Konnichiwa,” kata Nagisa, “apakah kalian orang tua Asuna?”
          Wanita itu menengok kami dengan mata sembap. “Hai,” katanya, “kami orang tua Asuna.”
          “Asuna terkena tuberkulosis,” kata Nagisa lagi, “apakah kalian sudah tahu?”
          Ibu Asuna mengangguk, lalu beliau berkata, “penyakit Tuberkulosis itu menyerangnya sejak umur Asuna 10 tahun.”
          Kami kaget sekali mendengarnya. Mataku jadi penuh air mata. Begitu pula dengan mata Reiko dan Nagisa. Sementara Daichi dan Mitsuo hanya sedih. Sejak umur 10 tahun? Sekarang penyakit tersebut menyerang Asuna lagi. Kami tidak menyangka teman baru kami terserang penyakit parah setelah mengobrol dan hang out singkat saja.
          Lalu kami memasuki ruang rawat Asuna. Di dalam ada kedua kakak dan ketiga adik Asuna. Mereka mempersilahkan kami masuk untuk melihat Asuna. Dia sedang terbaring lemah di tempat tidur, dan ketika melihat kami, dia hanya tersenyum.
          Aku dan teman-teman sangat sedih. Bahkan, Nagisa adalah yang paling sedih diantara kami. Kenapa? Karena Nagisa dan Asuna mempunyai hobi yang sama; menari. Tapi jenis tari yang berbeda. Aku juga sedih sekali karena aku dan Asuna memiliki nama hampir sama.
          Di apartemen, aku berdoa dengan mata berair, “ya Allah. Sembuhkan temanku Asuna. Kuatkanlah dia. Aku masih ingin mengobrol dan melakukan aktivitas bersamanya, ya Allah. Berikan Asuna kesehatan yang baik. Ampuni dosa-dosanya. Sayangi dia, ya Allah. Rabbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah. Wa fil aa hirotii hasanah. Waqinaa adzaa bannaar. Amin.

******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar