Kamis, 14 April 2016

Nihon Daisuki! 2 Yon (4)

Nihon Daisuki 2: Dainigakki
Yon

          Di kelas, guru Seni Budaya, Katsuro sensei memberikan kami sebuah tugas.
          “Saya ingin kalian semua dibagi menjadi 4 kelompok. Kalian harus membuat drama dengan tema sekolah,” kata Katsuro sensei.
          Semuanya langsung membagi kelompok. Aku memilih satu kelompok dengan teman-temanku, terutama Asuna. Kami semua saling membicarakan ide untuk drama kami.
          “Bagaimana kalau dramanya tentang anak-anak sedang bermain, tapi salah satu dari mereka curang?” usul Daichi.
          “Kalau itu sudah biasa,” kata Reiko, “bagaimana kalau dramanya tentang teman-teman berebutan buku?”
          “Jangan itu,” kata Nagisa, “bagaimana kalau dramanya tentang teman-teman yang selalu bergaul bersama, namun salah satu dari mereka harus pindah ke negara lain?”
          “Aduh, kalau yang itu sedih,” kata Asuna, “bagaimana kalau dramanya tentang anak-anak jail di kelas, lalu dihukum?”
          Aku lalu menepuk tangan satu kali. “Ide yang bagus, Asuna-san!”
          “Iya. Aku suka ide itu,” kata Mitsuo, “boleh aku jadi naratornya?”
          “Oke,” kataku, “yang mau jadi anak tertindas siapa?” Asuna menunjuk tangan. Aku menulis perannya di kertas.
          “Yang mau jadi sensei ?” tanyaku lagi. Nagisa menunjuk tangan.
          “Oke, berarti aku, Reiko, dan Daichi yang jadi anak-anak jailnya, ya,” kataku sebelum menulis peran-peran lainnya.
          Saat acara drama dimulai, kelompokku mendapat giliran ketiga. Kami melakukannya dengan bagus sekali, dan itu membuat Katsuro sensei bertepuk tangan.
          Setelah acara drama selesai, kami melanjutkan pelajaran sampai selesai.
          Saat istirahat kedua tiba, kami mengobrol kembali dengan Asuna di kantin. Sekarang kami mengobrol soal keluarga kami.
          “Ayahku bekerja sebagai ahli kacamata (Bahasa Inggris: Optician), dan ibuku bekerja sebagai tukang kue,” kata Asuna.
          “Tukang kue, ya?” kata Mitsuo, “kapan-kapan bawa kita ke toko kue ibumu, ya.”
          Kami semua tertawa. “Kalau Reiko-san, orang tuamu bekerja sebagai apa?”
          “Ayahku bekerja sebagai apoteker, dan ibuku bekerja sebagai perancang busana,” kata Reiko.
          “Sugoi (hebat)!”  puji Asuna, “kalau Daichi-san?”
          “Ayahku bekerja sebagai dokter di rumah sakit Kibe dekat sekolah ini, dan ibuku bekerja sebagai ekonom,” jawab Daichi.
          “Kalau aku...sebelum aku reuni dengan ibu kandungku yang bekerja sebagai guru Geografi di sini, aku tinggal bersama ibu angkat seorang guru musik dan ayah angkat seorang akuntan,” kata Nagisa.
          “E (hah)?” tanya Asuna, “jadi sekarang kamu tinggal bersama siapa?”
          Nagisa menghela napas. “Sekarang aku tinggal bersama ibu kandung, nenek, dan kakek.”
          “Bagaimana dengan ayah kandungmu?” tanya Asuna.
          “Ayahku meninggal karena kecelakaan saat pergi ke rumah sakit untuk menyambut kelahiranku,” jawab Nagisa.
          “Oh, kalau begitu, aku turut berduka cita untuk itu,” kata Asuna, “sekarang, apa pekerjaan orang tuamu, Mitsuo-san?”
          “Ayahku bekerja sebagai dosen di sebuah Institut Teknologi, dan ibuku seorang sekretaris,” kata Mitsuo.
          “Kalau Gianna-san?” tanya Asuna kepadaku.
          “Ayahku seorang jurnalis dan ibuku seorang dosen Bahasa Jepang, dan karena itulah aku belajar Bahasa Jepang sejak umurku 7 tahun. Sekarang karena mendapat tugas kerja di Jepang, beliau memberiku hadiah ke Jepang bersamanya karena Bahasa Jepangku sudah bagus sekali,” kataku.
          Asuna tersenyum, “aku turut senang mendengarnya.”
          Lalu aku bertanya, “apakah kamu mau jadi salah satu dari kami, Asuna-san?”
          Mulut Asuna terbuka lebar. “Hai!” katanya girang.
          Kemudian Daichi bangkit dari kursinya. “Oke, karena Asuna setuju untuk menjadi teman kita, ayo, kita bersulang untuk menerimanya!”
          Aku dan teman-teman lalu bersulang dengan gelas minuman di tangan kami, lalu kami melanjutkan obrolan kami sampai bel masuk berbunyi.

******

Nihon Daisuki! 2 San (3)

Nihon Daisuki 2: Dainigakki
San

          Hari Senin, seperti biasanya aku sedang mengobrol bersama teman-teman, begitu pula dengan murid-murid lainnya di kelas 10. Lalu tak lama kemudian, Eri sensei datang dengan seorang murid. Kami semuapun berdiri, lalu membungkuk tanda salam.
          “Ohayou gozaimasu,” kata kami semua.
          Ohayou gozaimasu,” kata Eri sensei, Minna, hari ini kelas kita kedatangan murid baru. Ayo perkenalkan dirimu.”
           Murid baru itu pun memperkenalkan diri. “Hajimemashite. Asuna Kobayashi desu. Juu go sai desu. Doozo yoroshiku onegai shimasu (Perkenalkan. Namaku Asuna Kobayashi. Umurku 15 tahun. Senang bertemu),” kata murid itu.
          “Asuna ini pindahan dari SMA Tatsunagi. Terimalah dia dengan baik, ya,” kata Eri sensei.
          Hai (iya),” jawab kami semua serempak.
          “Ja, Asuna-san, duduklah disebelah Gianna-san,” kata Eri sensei.
          Asuna lalu duduk di sebelahku, dan dengan senang hati aku mempersilahkannya duduk di sebelahku.
          “O namae wa nan desuka (namamu apa?)” tanya Asuna kepadaku.
          “Watashi wa Gianna desu. Doozo yoroshiku onegai shimasu (namaku Gianna. Senang bertemu denganmu),” jawabku kepada Asuna. Lalu, waktunya pelajaran Bahasa Jepang.
          Ketika istirahat pertama, aku memperkenalkan Asuna kepada teman-temanku, lalu kami mengobrol bersama di kelas.
          “Indonesia?” tanya Asuna.
          “Iya,” kataku. Lalu aku menceritakan alasanku sekolah di Jepang.
          Asuna lalu bertanya, “apakah kamu mempunyai ayah dan saudara di Indonesia, Gianna-san?”
          “Aku mempunyai ayah dan dua adik yang kembar. Laki-laki dan perempuan,” jawabku.
          “Kalau aku mempunyai dua kakak dan tiga adik,” kata Asuna.
          Aku dan teman-teman kaget. “Saudara kamu banyak sekali!” kata Reiko.
          Asuna hanya tersenyum. “Kalau Reiko-san, Nagisa-san, Daichi-san, dan Mitsuo-san punya saudara atau tidak?”
          “Aku mempunyai kakak perempuan, dan dia sedang kuliah S2 di Inggris,” kata Reiko.
          “Aku mempunyai adik perempuan. Dia satu sekolah denganku, dan dia duduk di kelas 2 SMP,” kata Daichi.
          “Kalau aku cuma anak tunggal, dan rasanya sepi kalau tidak punya saudara,” kata Nagisa.
          “Aku juga tidak punya saudara,” kata Mitsuo. Daichi mengelus punggungnya. Kemudian, bel masuk berbunyi. Waktunya pelajaran Seni Budaya.

******

Senin, 11 April 2016

Nihon Daisuki! 2 Ni (2)

Nihon Daisuki! 2: Dainigakki
Ni

          Sorenya, di apartemen, setelah aku Shalat Magrib, aku melihat daftar ulang tahun teman-temanku. Reiko, 14 November. Daichi, 2 Mei. Mitsuo, 15 April. Nagisa, 6 Januari??! Oh my god, berarti sebentar lagi, dong! Aku harus memberitahu teman-teman tentang ini. Aku mengirim BBM ke Reiko.
          Reiko-san, sebentar lagi Nagisa ulang tahun!
          Lalu Reiko menjawab,
          Nani (apa)? Kapan?
          Aku lalu menjawab,
          6 Januari
          Reiko lalu menjawab,
          Oh, tanggal 6 Januari. Ja (baik), aku akan beritahu Daichi, dan aku akan menyuruhnya mengirim BBM ke Mitsuo mengenai ini
          Aku lalu mengirim jawaban oke, lalu aku membaca komik anime kesukaanku, Sket Dance.
******
          Keesokan harinya di sekolah, aku berkumpul bersama Reiko, Daichi, dan Mitsuo. Kebetulan Nagisa belum datang. Jadi, waktunya rencana.
          “Besok, kan Nagisa ulang tahun,” kataku, “apa yang harus kita lakukan?”
          Kami semua pun berpikir. Namun....
          “Ohayou Gozaimasu!
          Kami semua kaget. Kami menoleh. Ternyata Nagisa.
          “Sedang ngobrol apa kalian?” tanya Nagisa.
          Kami terdiam. Lalu Daichi berkata, “emm, cuma tentang makanan. Hehehe.”
          “Oh, so desuka (begitu ya)?” Nagisa mengangguk. Lalu setelah dia duduk, dia mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
          “Sore wa nan desuka (apa itu)?” tanya Reiko.
          “Undangan ulang tahunku,” jawab Nagisa, “apakah kalian bisa datang siang ke pesta ulang tahun di rumahku di hari Minggu?”
          Aku, Reiko, Daichi, dan Mitsuo saling berpandangan, lalu kami merangkul untuk berdiskusi. Setelah itu, kami menjawab pertanyaan Nagisa.
          “Aduh, Nagisa-san, maaf sekali ya,” kataku, “hari itu aku akan menemani Ibuku belanja.”
          “Aku juga tidak bisa datang,” kata Mitsuo, “jadwal les manga ku diubah dari pagi ke Siang.”
          “Kalau aku, aku akan pergi ke rumah Nenekku,” kata Reiko.
          “Hari itu aku juga ada keperluan,” kata Daichi, “aku akan pergi ke sebuah pesta pernikahan teman ayahku.”
          Nagisa mengangguk lagi, “oh, oke. Aku mengerti. Aku ke perpustakaan dulu, ya,” kata Nagisa. Wajahnya berubah menjadi sedih setelah mendengar perkataan kami. Kami merasa bersalah telah membuatnya sedih.
******
          Beberapa hari kemudian, ulang tahun Nagisa tiba. Aku memakai gaun pesta tanpa lengan bewarna merah, salah satu warna kesukaanku. Lalu aku menguncir setengah saja rambut coklatku. Setelah itu aku berdandan, karena penampilanku untuk pesta ulang tahun teman tidak akan bagus kalau tidak ada make up.
          Setelah aku berdandan, aku berkumpul bersama bersama teman-teman di Sekolah Itsumura. Lalu kami rumah Nagisa naik mobil Reiko, karena Reiko tahu dimana rumah Nagisa.
          Sesampainya di rumah Nagisa, kami melihat banyak orang. Menurutku mereka adalah kerabat-kerabat Nagisa.
          Lalu, kami melihat seorang gadis menuruni tangga. Dia memakai gaun bewarna krim. Rambutnya yang pendek diberi jepitan bunga mawar bewarna krim juga.
          “Itu Nagisa,” kata Reiko.
          “Kireina desune (cantik sekali),” kataku. Lalu aku melihat dia melihat kearah kami.
          “Minna-san! “ serunya. Dia langsung menghampiri kami.
          “Surprise! Hehe,” kata Daichi.
          “Bu, bukan kalian punya urusan?” tanya Nagisa, “Gianna-san, bukannya kamu harus menemani ibumu? Reiko-san, bukannya kamu hari ini kerumah nenekmu? Daichi-san, bukannya kamu hari ini ke pesta pernikahan teman ayahmu? Dan Mitsuo-san, bukannya les mangamu diubah siang? Kenapa...”
          “Nagisa-san,” kataku, “gomenasai (maaf (untuk orang yang dikenal saja)) Kami tidak bermaksud membuatmu sedih. Kami terpaksa mengerjaimu, karena tidak ada yang bisa kami lakukan lagi selain melakukan ini.”
          Reiko, Daichi, dan Mitsuo juga ikut meminta maaf. “Kamu maukan, memaafkan kami?” tanyaku lagi.
          Nagisa memandang kami satu-persatu. Lalu dia tersenyum. “Daijoubu desu (tidak apa-apa). Aku sudah memaafkan kalian, kok.”
          Kemudian, kami berlima berpelukan. Kemudian kami merayakan ulang tahun Nagisa bersama.
******


Minggu, 10 April 2016

Nihon Daisuki! 2 Ichi (1)

Nihon Daisuki! 2: Dainigakki
Ichi

          Hari ini aku bersemangat sekali. Kenapa? Karena aku akan melanjutkan kelas 10 semester 2 bersama teman-temanku di SMA Itsumura, dan seperti biasanya, aku pergi naik taksi bersama Mama yang akan pergi kerja.
          “Ma, Gianna pamit sekolah dulu, ya,” pamitku sambil mencium tangan Mama setelah sampai di Sekolah Itsumura, “assalamualaikum!”
          “Waalaikumsalam! Pake Bahasa Jepangnya lagi ya, nak!” kata Mama.
          Aku lalu melihat gedung sekolah Itsumura yang sudah lama tidak aku lihat setelah libur sekolah. Tidak ada yang berubah. Gedungnya masih sama.
          Ketika melihat, tiba-tiba seseorang menepuk pundakku. Aku pun menoleh dan ternyata...
          “Eri sensei !” seruku, lalu aku membungkuk tanda salam, “ohayou gozaimasu! (Selamat pagi)”
          “Ohayou gozaimasu,” jawab Eri sensei, “o genki desuka? (apa kabar)”
          “Genki desu (baik),” jawabku. Lalu kami berdua mengobrol sampai ke kelas 10. Disana aku melihat teman-teman dekatku, Reiko, Nagisa, Daichi, dan Mitsuo. “Ohayou gozaimasu! “ kataku kepada mereka.
       “GIANNA-SAN!" seru mereka saat menoleh kearahku, lalu kami berlima berpelukan. Kemudian kami mengobrol sampai waktu masuk. Tapi kita tidak belajar dulu, kami dan seluruh murid SMA Itsumura disuruh berkumpul di auditorium untuk acara tahun ajaran baru.
          Sesampainya di auditorium, acara dibuka dengan sambutan kepala sekolah, Pak Kenji. Lalu banyak yang menampilkan bakat masing-masing, terutama Nagisa dengan Modern Dance nya.
          Setelah acara, kami semua kembali ke kelas untuk pengarahan dari wali kelas masing-masing, dan kelas 10 diarahkan oleh Eri sensei, karena beliau masih wali kelas 10.
          Setelah pengarahan selesai, Nagisa memberitahu sesuatu kepada kami.
          “Minna-san, mau makan siang di rumahku nggak?” tanya Nagisa.
          “Oh, oke,” kataku,” tapi aku mau izin dulu sama Mama,” kataku.
          “Aku juga,” kata Reiko, Daichi, dan Mitsuo bersamaan. Lalu kami menelpon orang tua kami, dan kami diperbolehkan orang tua untuk makan siang di rumah Nagisa.

******

Nihon Daisuki! 2 Prolog

Nihon Daisuki! 2: Dainigakki*
Prolog
*: Dainigakki: Semester 2
          Konnichiwa! Senang bertemu dengan kalian lagi! Sekarang aku akan menceritakan bagian kedua pengalamanku sekolah di Jepang. Urusan Mama belum selesai disana, dan aku harus menyelesaikan kelas 10ku disana.
          Sore ini, setelah liburan sekolah selesai, aku dan Mama sudah siap dengan semua barang kami. Tapi sebelum pergi, aku harus berpamitan dengan Papa, kedua adikku, Roni dan Rani, kakek, dan nenek.
          “Kak, nanti kalau Mama sama Kak Gianna udah sampai di Jepang, kabarin kita, ya,” kata Rani.
          Aku mengangguk. “Iya, kakak janji akan mengabarkan kalian.” Aku memeluk kedua adik, kemudian aku menyalami Papa, Kakek, dan Nenek. Lalu bersama Mama, kami pergi naik taksi ke bandara.
          Sesampaikan di Jepang, aku dan Mama bergegas check in di apartemen, lalu kami makan malam di restoran dekat apartemen. Aku memilih udon untuk makan malam. Aku sangat lapar sekali setelah penerbangan di pesawat tadi, plus, aku juga mengantuk. Hoaahhh...
          Setelah makan malam, aku langsung ke kamar. Lalu aku melihat foto-fotoku bersama teman-teman di SMA Itsumura di hpku.
          Minna-san (semuanya), tunggu aku, ya! Besok aku akan melanjutkan semester 2 di SMA Itsumura. Aku tidak sabar untuk bertemu kalian lagi! Kataku didalam hati, lalu aku bergegas wudhu, shalat Isya, kemudian bergegas tidur.

******

Sabtu, 09 April 2016

Buku keduaku

Buku Kedua


           
Sudah terbit buku keduaku yang berjudul My Life My Dream. Buku ini bercerita mengenai cara pandangku sebagai remaja dengan Asperger, terhadap lingkungan, hidup dan cita-cita . Buku ini dilengkapi dengan gambar sampul yang dibuat oleh temanku, Ruben Rotty, dan lembar mewarnai gambar yang dibuat oleh temanku, Dita Soeroso. Kedua temanku ini juga adalah remaja dengan autisme.Sekilas isi "My Life, My Dream":Meraih mimpi itu sangat susah tapi kita bisa melakukannya jika kita terus berusaha. Seperti yang Walt Disney bilang, “If you can dream it, you can do it (kalau kamu bisa memimpikannya, kamu pasti bisa).”Aku tahu kalau selain bawaan lahir, kekurangan ini sebenarnya cobaan dari Allah. Jadi walaupun aku SA, aku tidak akan pernah menyerah dalam meraih mimpi dan cita-citaku. Aku juga selalu percaya kalau setiap orang mempunyai kekurangan seperti aku. Seperti kata Mama, nobody is perfect. Tidak ada seorangpun yang sempurna. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Aku tahu kekuranganku, dan aku akan kembangkan kelebihanku.