Selasa, 20 September 2016

Perkemahan Yang Berharga

Perkemahan Yang Berharga

            Pernah mengikuti kemah? Aku pernah mengikutinya. Tapi perkemahan yang aku ikuti ini sangat bermanfaat, berharga dan penuh aktivitas yang seru. Nama perkemahan yang aku ikuti adalah Indonesian Youth Camp For Change, atau bisa dibilang Youth Camp.
            Indonesian Youth Camp For Change adalah perkemahan yang didirikan oleh sebuah organisasi bernama Plan Indonesia. Aku diminta salah satu kakak di organisasi ini sekaligus mahasiswa lamanya Mamaku yang bernama Kak Saneri atau Kak Shere untuk mendaftar ke Youth Camp ini, karena dia merasa aku punya potensial. Lalu beberapa hari kemudian, aku mendapat berita kalau aku diterima oleh Plan untuk mengikuti Youth Camp ini. Aku merasa senang sekali, karena di Youth Camp ini, aku akan belajar menyalurkan suara untuk menolong anak-anak muda, dan aku akan belajar menyalurkan suara untuk menolong anak-anak berkebutuhan khusus (disingkat ABK).
            Youth Camp ini berlangsung satu minggu, dari tanggal 16-19 Mei 2016 di villa Santa Monica. Tapi kami berangkat ke villanya di hari Minggu dari Menara Duta. Aku bertemu dengan banyak sekali peserta dan anggota Youth Advisory Panel (disingkat YAP. Maksudnya panel yang berisi 9 anak muda yang mewakili wilayah kerja Plan masing-masing) Plan. Mereka semua memiliki pengalaman bekerja di sebuah organisasi, komunitas, lembaga atau forum. Mereka juga baik dan mengerti kekuranganku karena sebelum hari kemah, kami berkenalan dan mempelajari materi yang diberikan di Facebook. Sebagian dari mereka ada yang dari Aceh, Medan, Malang, Nusa Tenggara Timur, dan daerah-daerah lainnya.
            Di hari pertama, acara dimulai dengan pembukaan, lalu games dari dua peserta. Kemudian kami belajar mengenal Plan. Plan adalah organisasi international yang berpusat pada anak. Lalu kami kerja kelompok. Masing-masing kelompok memilih isu di dalam map yang sudah dibagikan setelah kami sampai, dan kelompokku mendapat isu perkembangan anak, lalu kami menunjukkannya dengan cara kreatif, seperti menari/drama, dan kelompokku menampilkan drama dan aku menjadi narator. Setelah itu, kami mempelajari hak anak dan cara mengklaimnya. Kami menjawabnya dengan menulis di kertas, dan aku menulis tentang hak anak autis dan bagaimana cara mengklaimnya. Malamnya, kami belajar tentang BIAAG, singkatan dari Because I Am A Girl, gerakan untuk memperjuangkan hak anak perempuan. Dari gerakan itulah aku belajar, bahwa masalah anak muda lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
            Di hari kedua, kami belajar mengenai Advokasi. Advokasi adalah kegiatan membantu orang melakukan apa yang kita pikir benar. Ketika belajar itu, kami belajar masing-masing huruf Advocacy (Bahasa Inggrisnya Advokasi) dengan beberapa peserta melakukan fashion show, salah satunya aku, dan peserta-peserta yang gayanya bagus akan mendapat hadiah berupa snow globe Taj Mahal yang dibeli di India dari Bu Mingming, country directornya Plan Indonesia, dan aku adalah salah satu peserta yang gayanya bagus. Lalu kami belajar menganalisa isu anak, dan kami dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, dan kelompokku berdiskusi mengenai “kurangnya rasa aman dan nyaman pada anak berkebutuhan khusus.” Setelah diskusi, kami presentasi, dan aku menjelaskan 4 hal yang harus dilakukan pemerintah kepada anak autis yang sudah aku diskusikan dengan Kak Saneri ketika makan siang, dan keempat hal itu diantara lain:
1.      Pemerintah harus diberi tahu apa itu autis
2.      Anak-anak autis harus diperhatikan, dihargai, dan dibantu
3.      Anak-anak autis harus diberikan fasilitas berupa sekolah Inklusi
4.      Anak-anak autis dan anak-anak normal itu sama-sama manusia

            Malamnya, kami melakukan diskusi online dengan anggota-anggota Youth Advisory Panel Plan dari Jepang, Jerman, dan Filipina. Mereka berdiskusi mengenai masalah anak muda di negara mereka dan yang mereka ketahui di Indonesia.
            Di hari ketiga, kami belajar Strategy Choice yang artinya pemilihan strategi. Jadi kelompok ABKku berdiskusi mengenai beberapa strategi untuk memberi masukkan kepada Plan tentang membantu ABK. Hasilnya akan diumumkan di hari terakhir. Setelah itu, kami mempelajari proyek Green Skills dan Green Jobs yang dilakukan oleh Kak Juan dan Kak Norbes dari Nusa Tenggara Timur. Kak Juan memberi presentasi masalah alam dan apa yang dilakukan dia dan teman-temannya lakukan untuk mengatasinya. Sementara Kak Norbes menceritakan prestasinya. Walaupun hanya lulusan SMP, Kak Norbes bisa menghasilkan tanaman, dan penghasilan yang dia buat itu sekitar 17 juta. Kak Norbes hebat sekali. Setelah itu, kami melakukan Photo Workshop, kegiatan bercerita melalui foto. Jadi kami menceritakan isu melalui foto. Jadi kami menceritakan isu melalui foto. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Tema kelompokku masih ABK, tapi aku satu kelompok dengan Kak Norbes, Kak Vinus, Kak Wahyu, Kak Tika, dan Kak Dina. Aku jadi ABKnya, Kak Vinus jadi fotografer, Kak Dina jadi guru BK, sementara Kak Norbes, Kak Wahyu, dan Kak Tika jadi para pembullynya. Setelah itu, kami latihan menyanyikan lagu Theme song Because I Am A Girl yang dibuat Plan International Indonesia sendiri.

            Malamnya, kami mengadakan Farewell Party. Kami memakai pakaian hitam putih dengan aksesori pink. Sebagian anggota Plan akan wisuda, dan supaya pestanya meriah, Plan mengundang tamu spesial, yaitu J-Flow, si penyanyi rap. Kami semua menari saat J-Flow menampilkan beberapa lagunya. Setelah itu, kami menyanyikan lagu theme song BIAAG bersama, tapi karena kami semua tidak hafal, kami melihat kertas Microsoft Word di depan kami dengan iringan gitarnya Kak Vinus, lalu kami menari sampai waktu tidur tiba, walaupun aku tidur duluan karena mengantuk.
Aku dan teman-teman Youth Camp di Farewell Party

           Di hari terakhir, kami diskusi mengenai apa yang kita lakukan selama Youth Camp dari hari pertama sampai hari ketiga. Lalu hasil Strategy Choice. Plan telah memilih 3 strategi paling bagus dari masing-masing kelompok, dan ketiga strategi paling bagus yang dipilih Plan dari kelompokku adalah rapat untuk orang-orang yang belum mengerti ABK, pendirian sekolah Inklusi tidak hanya untuk di kota/kabupaten, tapi juga di kampung/desa, dan pendirian sekolah tinggi untuk ABK, dan karena ide ABK adalah ideku, aku harus memilih satu strategi, dan itu untuk rencana ide program Plan 5 tahun ke depan. Aku memilih sekolah Inklusi karena ABK butuh pendidikan berbeda, dan aku mau pemerintah membangun Sekolah Inklusi tidak hanya di kota/kabupaten, tapi di kampung/desa juga.
            Setelah itu, kami mengadakan outbound, tapi aku cuma ikut sebentar karena muntah-muntah. Jadi aku makan sore bersama Kak Dina Chaerani (Kak Dinanya ada 2 di Youth Camp) dan Kak Kanza. Lalu sambil makan, Kak Kanza menjelaskan tentang orang dengan transgender (laki-laki jadi perempuan, perempuan jadi laki-laki). Jadi kalau aku memanggil orang tersebut banci, berarti aku membully. Aku harus menyebut mereka Waria.
            Kemudian aku kembali ke kamar villa untuk ganti pakaian pulang. Aku rindu Mama, Papa, Lila, Opa, dan kedua kucingku, Chichi dan Chaplin.
            Mengikuti Youth Camp ini, adalah pengalaman yang berharga dan bermanfaat bagiku, karena dari Youth Camp ini aku belajar mengenai isu-isu di negara kita, dan semua peserta sangat baik kepadaku. Harapanku, semoga Youth Camp ini memberi masukan kepada semua anak muda untuk mempelajari isu-isu di negara kita dan juga belajar menyumbangkan suara untuk menghentikan isu-isu tersebut.

Sabtu, 17 September 2016

Pengalaman Pertama Talk Show Radio

Pengalaman Pertama Talk Show Radio

            Aku tak pernah menyangka, kalau satu waktu aku akan diwawancara di radio. Rasanya aku tidak percaya waktu Mamaku bilang itu. Rasanya nyata sekali dan sama sekali bukan mimpi. Awalnya aku bingung harus bagaimana, tapi kemudian aku mempersiapkan diriku diwawancara dengan latihan wawancara bersama Mama ketika kami berdua pergi ke stasiun radionya.
            Bulan Februari 2016, aku diwawancara di radio dengan komunitas penulis tutorku, Tante Deka Amalia. Radio yang mewawancara kami adalah Radio 9.47 UFM. Ketika aku mendengar aku akan diwawancara di radio, aku merasa gugup karena aku belum pernah di wawancara di radio sebelumnya.
            Tapi kata tutorku, “santai saja.” Lalu ketika aku diwawancarai Mas Tony (penyiar radionya), aku bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Suasananya ramai karena aku bersama tutor dan penulis-penulis lain. Seperti Kak Sintha Rosse dan Tante Nuzulia Rahma.
            Kak Sintha Rosse adalah penulis buku Sajakku berkisah. Buku ini berisi sajak-sajak yang Kak Sintha buat sendiri. Jadi aku tahu, ternyata Kak Sintha suka membuat sajak. Buku ini juga masuk ke Gramedia bersama bukuku.
            Tante Nuzulia Rahma adalah penulis buku Time Out, dan novel Biarkan Cinta Datang adalah novel romance yang ditulis Tante Deka.
            Mereka juga diwawancara. Jadi aku tidak gugup sekali. Kami diwawancarai dalam rangka mempromosikan buku kami. Aku diwawancarai mengenai buku pertamaku yang berjudul The Lessons Of Friendship. 
            Aku diberi beberapa pertanyaan, seperti bukunya bercerita tentang apa dan kalau ada produser film yang membeli buku aku dan ingin dijadikan film, bagaimana menurut aku. Aku menjawab kalau bukuku bercerita tentang persahabatan, dan kalau ada produser film yang membeli buku aku dan ingin dijadikan film, itu bisa jadi bonus untukku. Selain itu, aku juga ditanyai mengenai pesan untuk orang-orang yang seumuran denganku. Aku menjawab kalau mereka punya bakat, mereka harus pertahankan. Selain itu, aku juga menjawab, Never give up and follow your dreams yang artinya jangan menyerah dan ikuti mimpimu.
            Mas Tony itu baik, lucu, dan menyenangkan. Aku masih ingat ketika Kak Sintha membacakan salah satu sajak di bukunya, Mas Tony langsung melucu. Gaya bicaranya seru sehingga suasana jadi meriah.
            Perasaanku ketika diwawancara radio itu sangat menegangkan. Aku merasa gugup, tapi ketika aku diwawancara, suasananya santai saja. Jadi diwawancara di radio sama sekali tidak menegangkan dan ternyata tidak menakutkan seperti yang aku pikir.
            Acara Talk show radio ini ditutup dengan sesi foto bersama dan aku menyerahkan 1 buku buat Mas Tony. Mama juga memposting rekamanku diwawancara radio di Instragam dan Facebook. Karena itu banyak yang tahu. Kata tutorku, ini salah satu cara promosi buku.
            Pulang dari wawancara, aku melihat banyak orang yang aku kenal, menyukai dan mengirim komentar mengenai wawancaraku. Seperti Papaku, Omaku yang dari Belanda, tante-tanteku, beberapa teman Mama, mahasiswa Mama yang merupakan guru Bahasa Jepangku yang lama, dan guru Matematika di sekolah lamaku. Aku merasa senang. Komentar-komentarnya juga membuatku semangat untuk menulis lagi.
            Dari pengalaman ini aku belajar kalau diwawancara di radio sama sekali tidak menakutkan. Aku harap semua orang yang juga akan diwawancara radio bisa belajar untuk santai dan jangan takut. Pengalaman ini sungguh pengalaman yang berkesan bagiku.



                                                                                                                       

Kamis, 15 September 2016

Nihon Daisuki 2: Epilog

Nihon Daisuki 2: Dainigakki
Epilog

          Konnichiwa. Namaku Gianna Putri Widyoningrat. Sekarang aku duduk di kelas 11 SMA. Sekolah baru yang aku duduki memiliki Bahasa Jepang, dan aku memiliki banyak teman di sini. Sebagian dari mereka sudah lama belajar Bahasa Jepang, dan ada juga yang pernah liburan atau sekolah di Jepang sama sepertiku. Aku jadi ingat teman-teman Jepangku; Reiko, Nagisa, Daichi, dan Mitsuo.
          Hari Minggu, sekolahku libur. Aku sedang mengerjakan PR Bahasa Jepang. Lalu Mama memanggilku.
          “Sayang, ada surat kiriman dari Jepang, tuh buat kamu,” kata Mama.
          Aku kaget, “ surat dari Jepang?” tanyaku.
          “iya,” kata Mama, “kamu buka saja suratnya. Nanti kamu juga tahu kok dari siapa.”
          Aku lalu mengambil surat kiriman dari Jepang tersebut lalu membuka dan membacanya.
          Konnichiwa, Gianna-san,
          Genki desuka? Kami harap kamu baik-baik saja. Kami juga berharap kami bisa ke Indonesia dan bertemu denganmu lagi. Kami juga ingin bertemu dengan Ayah dan adik-adikmu.
          Gianna-san, kami diberi tugas oleh Yuko sensei untuk mencari informasi mengenai negara, dan kami bertiga satu kelompok. Kami memutuskan untuk menccari Informasi mengenai Indonesia darimu. Apakah kamu bisa membantu kami? Kami tunggu, ya balasanmu. Sayounara
Sahabatmu,
Reiko Ishida.
 NB: Salam juga dari teman-temanku, Daichi Murase dan Koizumi Nagisa

          Aku senang sekaligus terharu teman-teman Jepangku mengirimkan surat untukku. Aku kemudian bergegas membalas suratnya, tapi setelah PR Bahasa Jepangku selesai. Minna-san, aku senang bisa membantu kalian, kataku di dalam hati dengan mata berkaca-kaca.
******

Rabu, 14 September 2016

Nihon Daisuki! 2: Juu Ichi (11)

Nihon Daisuki 2: Dainigakki
Juu Ichi

          Beberapa bulan kemudian.....
          Waktunya berpisah...
          Waktu yang sangat menyedihkan....
          Tapi suatu hari....
          Kita akan bertemu lagi....
******
          Hari ini adalah pembagian rapot SMA. Kami akan naik kelas 11, tapi sayangnya, sebagian dari kami akan pergi meninggalkan sekolah Itsumura. Salah satunya aku dan Mitsuo.
          Urusan Mama mengajar di Jepang telah berakhir. Kami akan kembali ke Indonesia, dan aku akan melanjutkan SMA di sana. Tapi berat sekali bagiku untuk meninggalkan guru-guru dan teman-teman dekatku di sini.
          Sementara Mitsuo akan pindah ke Inggris bersama keluarganya karena Ayahnya mendapat tugas bekerja di sana.
          Setelah Mamaku mengambil rapot, aku menghampiri Reiko, Nagisa, Daichi, dan Mitsuo.
          “Minna-san, jaga diri kalian baik-baik, ya,” kataku dengan mata berkaca-kaca, “karena nanti aku dan okaasan akan kembali ke Indonesia. Urusan okaasan sudah selesai di sini dan aku akan melanjutkan SMAku di sana.”
          Reiko mengelus punggungku. “Iya, Gianna-san. Kamu juga jaga dirimu baik-baik di sana, ya.”
          Aku tersenyum. “Kamu juga jaga dirimu baik-baik di Inggris, ya Mitsuo-san.”
          Mitsuo mengangguk. Lalu aku memeluk teman-teman dekatku erat.
          “Kami pasti akan merindukan kalian, Gianna-san! Mitsuo-san,” kata Nagisa sambil menangis.
          “Kami juga,” kata Mitsuo. Lalu kami berlima berfoto bersama untuk kenangan. Kemudian terdengar suara Mama memanggilku.
          “Minna-san, aku duluan, ya!” kataku, “sayounara!”
          Sayounara!” kata teman-teman serempak.

          Aku pun masuk taksi bersama Mama ke Bandara Narita. Aku akan merindukan teman-teman dan guru-guru di sini, tapi aku juga tidak sabar untuk bertemu lagi dengan Papa, Roni, Rani, Kakek, dan Nenek.

Nihon Daisuki! 2: Juu (10)

Nihon Daisuki 2: Dainigakki
Juu

          Satu minggu berlalu setelah Asuna meninggal. Hari Selasa, aku dan teman-teman berkumpul di mejaku untuk mengobrol bersama. Kami semua sudah datang, kecuali Nagisa.
          “Koq Nagisa belum datang?” tanya Mitsuo.
          “Entahlah. Mungkin dia sedang terjebak macet,” kata Daichi.
          Kemudian, Nagisa datang.
          “Ohayou gozaimasu!” kata Nagisa, “gomenasai. Tadi aku heboh banget tadi.”
          “Hah, memangnya kenapa?” tanyaku, “kenapa kamu heboh?”
          “Sabtu ini, sekolah tariku akan mengadakan lomba menari,” kata Nagisa, “apakah kalian berempat bisa datang?”
          Mulut kami semua menganga lebar. “Sekolah tarimu mengadakan lomba menari?” tanya Mitsuo.
          Aku mengangguk. “Kebetulan aku sedang tidak ada kegiatan Sabtu ini.”
          “Aku juga sedang tidak ada kegiatan Sabtu ini,” kata Reiko.
          Mitsuo berpikir. Lalu dia menepuk kepalanya. “Sial. Sabtu ini aku ada acara keluarga. Gomenasai. Aku tidak bisa datang ke lomba menarimu, Nagisa-san.”
          “Daijoubu (tidak apa-apa), Mitsuo-san,” kata Nagisa, “kalau Daichi-san, kamu bisa datang?”
          Daichi menggeleng. “Gomenasai. Aku dan keluargaku akan pergi mengunjungi Nenekku Sabtu ini.”
          Lalu Nagisa berkata, “Oke, jadi yang ikut melihat aku lomba menari hanya aku dan Reiko.”
          Aku dan Reiko mengangguk. Lalu kami melanjutkan obrolan kami.
******
          Saat hari Sabtu, aku pergi bersama Reiko ke sekolah tarinya Nagisa. Sesampainya di sana, kami melihat banyak kontestan menari, dan tidak hanya kontestan dari Tokyo, ada juga kontestan dari kota-kota lain, seperti Hokaido, Osaka, Fukuoka, Nagasaki, dan lain-lain.
          Berapa menit kemudian, Nagisa muncul dari belakang panggung.
          “Itu Nagisa-san!” seru Reiko.
          Kami sudah tidak sabar untuk melihatnya menari, tapi sebelum itu, Nagisa ingin bicara sesuatu di mik.
          “Izinkan saya bicara mengenai solo yang akan saya tampilkan,” kata Nagisa, “Beberapa bulan yang lalu, sekolah saya kedatangan murid baru. Namanya Asuna Kobayashi.”
          Aku dan Reiko kaget sambil melihat satu sama lain mendengar apa yang Asuna bicarakan. Lalu Nagisa melanjutkan pembicaraannya.
          “Kami berdua mempunyai hobi yang sama, yaitu menari. Tapi Asuna menyukai balet. Aku pernah melihatnya menari balet di resitalnya. Aku pikir kita berdua akan menjadi sahabat dekat. Tapi...”
          Hening seketika. Nagisa menghela napas panjang. Lalu dia kembali berbicara. “Tapi tiba-tiba saja terserang penyakit yang menyerangnya sejak umurnya 10 tahun, yaitu Tuberkulosis. Lalu beberapa hari kemudian.....dia meninggal.”
          Nagisa menghela napas lagi. Lalu dia kembali berbicara. “Solo ini akan aku tampilkan untukmu, Asuna-san.”
          Nagisa lalu mengembalikan mik, kemudian dia mulai menampilkan solonya dengan lagu Footprints In The Sand nya Leona Lewis. Aku pernah mendengar lagu itu sebelumnya dan itu membuatku menangis. Lalu Nagisa menggunakan ini di solonya. Aku harap Asuna yang sekarang di akhirat bisa melihat solonya ini.
          Setelah melihat penampilan kontestan-kontestan lainnya, waktunya pengumuman pemenang.
          “...dan juara pertama lomba menari di Tokyo School Of Modern Dance adalah.....”
          Seluruh kontestan menepuk tangan mereka di lantai untuk membuat suara drum, lalu nama juara pertama pun di sebutkan.
          “Koizumi Nagisa!”
          Aku dan Reiko kaget. Nagisa menang! Dia diberikan piala, medali, dan sertifikat. Aku dan Reiko lalu berlari ke arahnya.
          “Nagisa-san!” seru kami berdua serempak sambil memeluk Nagisa.
          “Tarianmu tadi emosional sekali!” kataku, “mataku sampai berair.”
          “Iya, Asuna pasti bangga denganmu sekarang!” kata Reiko.
          “Aku tahu,” kata Nagisa dengan mata berkaca-kaca, “terima kasih kalian berdua.”
          Kami bertiga pun berpelukan lagi.
******

Selasa, 13 September 2016

Nihon Daisuki! 2: Kyuu (9)

Nihon Daisuki 2: Dainigakki
Kyuu

          Hari Minggu di apartemen, aku sedang makan sarapan yang kubuat sendiri. Lalu HPku berbunyi dengan nada lagu dari anime favoritku. Aku pun melihat HPku. Ternyata Reiko.
          “Hai, Gianna desu (ya, ini Gianna),” kataku.
          “Gianna-san, kamu bisa datang ke rumah sakit Kibe tidak?” tanya Reiko.
          “Hah? Memangnya kenapa?” tanyaku.
          “Penyakit Asuna-san sudah semakin parah,” kata Reiko, “tadi aku diberitahu Daichi. Sekarang aku sedang ke rumah sakit Kibe. Kamu bisa ke sana tidak?”
          Aku mengangguk. “Iya, iya. Aku bisa ikut. Kebetulan aku sedang tidak ada kegiatan. Sampai ketemu di rumah sakit!”
          Aku lalu mematikan HP. Kemudian aku menaiki taksi ke rumah sakit Kibe setelah berpamitan dengan Mama.
          Sesampainya di rumah sakit, aku bertemu dengan Reiko dan Mitsuo, lalu kami langsung pergi ke kamar Asuna.
          Di dalam kamar Asuna, ada Nagisa, Daichi, kedua orang tua Asuna, kedua kakak Asuna, dan ketiga adik Asuna. Aku melihat tubuh Asuna semakin kurus.
          “Gian..na..” kata Asuna terbata-bata.
          “Asuna-san,” kataku dengan mata berair.
          “Gianna-ssan...” Asuna berkata lagi, “g, gomenasai....aaku...sudah...t, tidak....kkuat...”
          “Uhuk, uhuk, uhuk!” Asuna batuk. Dia menggunakan tisu untuk darah yang keluar dari mulutnya. Lalu dia berkata, “otousan (ayah), okaasan (ibu), Kyousuke niisan (kak Kyousuke), Fumiko neesan (kak Fumiko), Michiru, Hiira, Riki, minna, aaku...ssayang kalian....ssemua...”
          Kedua mata Asuna terpejam. Aku melihat garis lurus di alat pendeteksi jantung. Asuna sudah pergi. Kami semua menangis sambil memeluk Asuna.
          “ASUNA!” seru Nagisa, “Asuna, jangan pergi!”
          Aku lalu menengok ke Nagisa. “Aku juga tidak mau Asuna pergi...tapi kita harus mengikhlaskan kepergiannya. Ini sudah takdir, Nagisa!” Aku memeluk Nagisa sambil menangis, diikuti oleh Reiko, Daichi, dan Mitsuo. Kami sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain mengikhlaskan Asuna untuk pergi meninggalkan kami.
******
          Keesokan harinya, aku, teman-teman, dan semua murid SMA Itsumura berkumpul di auditorium di lantai pertama sekolah. Lalu Pak Kenji selaku kepala sekolah mengumumkan berita kepergian Asuna.
          “kami dari pihak sekolah turut berduka cita atas wafatnya salah satu murid kelas X kita yang berbakat menari balet, yaitu Asuna Kobayashi. Untuk itu, marilah kita berdoa agar Asuna diampuni dosa- dosanya, diterima amal dan ibadahnya, serta dilapangkan kuburnya,” kata pak Kenji.
          Kami semua berdoa, agar Asuna masuk surga. Ya Allah, ampuni dosa-dosa Asuna. Aku mohon, terimalah dia di surgamu, amin ya rabbal alamiin, doaku dalam hati dengan mata berkaca-kaca.
          Sayounara (selamat tinggal), Asuna-san....

******

Nihon Daisuki! 2: Hachi (8)

Nihon Daisuki 2: Dainigakki
Hachi

          Keesokan harinya, aku dan teman-temanku berkumpul di meja Daichi. Kami merasa sepi karena Asuna sedang dirawat.
          Lalu aku bangkit dari kursi dan berkata, “minna-san, aku mempunyai ide yang sangat bagus.”
          “Hah, ide apa, Gianna-san?” tanya Reiko.
          “Minna-san, bagaimana kalau masing-masing kita buat kartu buat Asuna?” kataku.
          “Hah, kartu apa, Gianna-san?” tanya Mitsuo.
          “Kartu ucapan semoga sembuh, supaya Asuna tidak selalu sedih ketika dirawat,” jawabku.
          Reiko, Nagisa, Daichi, dan Mitsuo melihat satu sama lain. Lalu Daichi bilang, “oke. Kami setuju.”
          Aku mengangguk. Lalu aku bilang, “kita bilang Eri sensei dulu mengenai idenya, ya.”
          “Oke!” kata Reiko, Nagisa, Daichi, dan Mitsuo serempak.
          Lalu bel masuk sekolah berbunyi. Kami bergegas duduk di kursi masing-masing. Kemudian Eri sensei masuk dan memberitahukan soal Asuna dirawat. Lalu aku menunjuk tangan dan maju ke depan untuk memberitahukan soal membuat kartu ucapan semoga sembuh untuk Asuna. Eri sensei pikir itu ide yang bagus, lalu beliau bilang kebetulan Yoshi sensei, guru Matematika hari ini tidak masuk, jadi aku dan teman-teman bisa membuat kartunya di waktu pelajaran itu.
******
          Berjam-jam kemudian, aku dan teman-teman membuat kartu ucapan semoga sembuh untuk Asuna. Masing-masing membuat satu kartu. Guru seni, Tadao sensei juga ada di kelas untuk mengawasi kami.
******
          Sepulang sekolah, aku dan teman-teman bergegas pergi ke rumah sakit Kibe untuk menjenguk Asuna lagi. Kami tidak lupa membawa kartu-kartu yang kami semua buat.
          “Bagaimana, Asuna-san? Kamu suka?” tanyaku setelah sampai di kamar Asuna.
          “Gianna-san...” kata Asuna, “aku suka sekali!”
          “Ini semua berkat Gianna-san,” kata Mitsuo.
          “Arigatou,” kataku, “Asuna-san, semoga sembuh, ya.”
          “Hai,” kata Asuna, “arigatou gozaimasu, minna-san. Aku sayang kalian.”
          Kami semua berpelukan. Perasaan kami bercampur diantara senang dan sedih, karena kami masih ingin Asuna di dekat kami.
******

Senin, 12 September 2016

Nihon Daisuki! 2: Nana (7)

Nihon Daisuki 2: Dainigakki
Nana

          Satu minggu berlalu setelah Asuna tampil. Sekarang kami memasuki hari Rabu, dan pelajaran pertama adalah pelajaran olahraga. Guru yang mengajari kami olahraga adalah Tetsu sensei.
          “Ohayou gozaimasu,” kata Tetsu sensei.
          “Ohayou gozaimasu,” kata kami semua semangat.
          “Hai, minna-san, sebelum kita olahraga, saya ingin kalian lari keliling lapangan 10 putaran,” kata Tetsu sensei.
          Kami semua kaget. 10 putaran? Pasti itu akan membuat kita semua kecapekan.
          “Siap?” tanya Tetsu sensei.
          “Siap!” seru kami semua. Lalu Tetsu sensei meniup peluitnya, tanda kita harus mulai berlari.
          Aku dan teman-teman pun mulai berlari. 1 putaran, 2 putaran, 3 putaran, dan seterusnya sampai 10 putaran. Aku pun sampai ngos-ngosan. Aku belum pernah disuruh lari 10 putaran, karena sebelumnya di Indonesia, aku dan teman-teman lamaku disuruh lari 3 atau 5 putaran.
          Namun, ketika aku mencapai putaran ke 5, aku mendengar suara orang batuk.
          “Uhuk, uhuk, uhuk!”
          Akupun menengok ke belakang. Ternyata Asuna!
          “Uhuk, uhuk!”
          “Asuna-san!” seruku, “doshita no (kamu kenapa)?”
          ‘Uhuk, uhuk!” Asuna masih batuk, “Gianna-san...tasukete (tolong)!” Lalu dia terjatuh. Aku pun menahannya, kemudian aku kaget. Di mulut Asuna, ada DARAH!
          “Sensei,” aku memanggil Tetsu sensei sambil membawa Asuna, “tasukete!”
          “Gianna-san!” seru Tetsu sensei, “doshita no?
          “Asuna-san!” jawabku, “Asuna-san sakit!”
          Tetsu pun melihat Asuna. Beliau pun kaget sekali.
           “Biar saya bawa Asuna ke UKS. Kamu terus berlari, Gianna-san!” kata Tetsu sensei.
          “Hai!” kataku. Lalu aku melanjutkan berlari.
          Tak lama kemudian, Tetsu sensei kembali lalu mengumumkan, kalau Asuna langsung dibawa ke rumah sakit, karena UKS tidak sanggup memeriksanya.
******
          Di waktu istirahat, aku dan teman-teman berkumpul di kelas. Kami sangat mengawatirkan Asuna.
          “Kira-kira Asuna sakit apa, Gianna-san?” tanya Reiko kepadaku.
          “Entahlah,” kataku, “tapi tadi aku melihat darah keluar dari mulutnya.”
          “Darah?!” kata Reiko, Nagisa, Daichi, dan Mitsuo serempak.
          “Iya, darah,” kata Gianna, “aku tidak tahu kenapa dia bisa mengeluarkan darah dari mulutnya.”
          “Kalau begitu,” kata Daichi, “bagaimana kalau kita jenguk dia sepulang sekolah?”
          Hening seketika. Lalu kami mengangguk.
******
          Sepulang sekolah, aku dan teman-teman pergi menjenguk Asuna. Tapi kemudian, Daichi melihat BBM dari Ayahnya kalau Asuna adalah pasien Ayahnya. Jadi kami semua pergi menjenguk Asuna di rumah sakit Kibe.
          Sesampainya di rumah sakit, aku dan teman-teman menghampiri Ayah Daichi untuk menanyakan keadaan Asuna.
          “Otousan (ayah), bagaimana keadaan Asuna?” tanya Daichi, “apa penyakitnya?”
          Ayah Daichi menghela napas. Lalu beliau berkata, “Asuna terkena Tuberkulosis.”
           “TUBERKULOSIS?!” tanyaku dan teman-teman serempak.
          “Iya, Asuna kena Tuberkulosis, dan dia harus rawat inap karena butuh banyak darah,” kata Ayah Daichi.
          Mulut kami semua menganga lebar karena shock, terutama aku. Karena kemudian aku teringat wali kelasku yang meninggal karena penyakit itu ketika aku masih kelas 5.
          Di depan ruang rawat Asuna, aku dan teman-teman melihat seorang wanita menangis dengan seorang pria menghiburnya.
          “Konnichiwa,” kata Nagisa, “apakah kalian orang tua Asuna?”
          Wanita itu menengok kami dengan mata sembap. “Hai,” katanya, “kami orang tua Asuna.”
          “Asuna terkena tuberkulosis,” kata Nagisa lagi, “apakah kalian sudah tahu?”
          Ibu Asuna mengangguk, lalu beliau berkata, “penyakit Tuberkulosis itu menyerangnya sejak umur Asuna 10 tahun.”
          Kami kaget sekali mendengarnya. Mataku jadi penuh air mata. Begitu pula dengan mata Reiko dan Nagisa. Sementara Daichi dan Mitsuo hanya sedih. Sejak umur 10 tahun? Sekarang penyakit tersebut menyerang Asuna lagi. Kami tidak menyangka teman baru kami terserang penyakit parah setelah mengobrol dan hang out singkat saja.
          Lalu kami memasuki ruang rawat Asuna. Di dalam ada kedua kakak dan ketiga adik Asuna. Mereka mempersilahkan kami masuk untuk melihat Asuna. Dia sedang terbaring lemah di tempat tidur, dan ketika melihat kami, dia hanya tersenyum.
          Aku dan teman-teman sangat sedih. Bahkan, Nagisa adalah yang paling sedih diantara kami. Kenapa? Karena Nagisa dan Asuna mempunyai hobi yang sama; menari. Tapi jenis tari yang berbeda. Aku juga sedih sekali karena aku dan Asuna memiliki nama hampir sama.
          Di apartemen, aku berdoa dengan mata berair, “ya Allah. Sembuhkan temanku Asuna. Kuatkanlah dia. Aku masih ingin mengobrol dan melakukan aktivitas bersamanya, ya Allah. Berikan Asuna kesehatan yang baik. Ampuni dosa-dosanya. Sayangi dia, ya Allah. Rabbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah. Wa fil aa hirotii hasanah. Waqinaa adzaa bannaar. Amin.

******

Jumat, 09 September 2016

Nihon Daisuki! 2: Roku (6)

Nihon Daisuki 2: Dainigakki
Roku

          Hari Rabu...
          “Ohayou gozaimasu!” Asuna menyambut kami dengan girang.
          “Ohayou gozaimasu,” jawabku, “apa yang membuatmu senang hari ini, Asuna-san?”
          “Minna-san, hari Sabtu ini sekolah baletku akan mengadakan resital balet. Aku akan menampilkan 3 tarian,” jawab Asuna.
          Mulut kami semua menganga lebar. “Subarashii (hebat)!” kata Daichi.
          Asuna lalu berkata, “kalian boleh ikut kalau kalian bisa.”
          Kami pun lalu berkumpul untuk berbisik apakah kita akan bisa datang ke resital balet Asuna. Lalu kami telah membuat keputusan.
          “Kami semua bisa ikut menonton resital baletmu, Asuna-san,” kataku, “kami tidak ada jadwal pergi atau acara Sabtu ini.”
          Lalu bel masuk berbunyi dan waktunya untuk pelajaran pertama, Bahasa Jepang bersama Eri sensei.
******
          Hari Sabtu tiba. Aku memakai baju putih berlengan hitam bergambar 3 tokoh Sket Dance dan celana jeans polos. Lalu aku menguncir setengah rambut hitamku yang panjang. Kemudian, aku berkumpul di sekolah Itsumura bersama teman-teman, lalu kami pergi ke sekolah balet Asuna naik mobil Reiko.
          Sesampainya di sekolah balet Asuna, kami menemui keluarga Asuna lalu duduk di depan bersama mereka.
          Resital pun dimulai. Asuna maju di urutan kedua, kelima, dan kesembilan. Dia tampil hebat sekali, begitu pula dengan murid-murid lainnya.
          Saat Asuna turun dari panggung, kami semua memeluknya.
          “Asuna-san!” seru Nagisa, “ketiga penampilanmu tadi bagus sekali!”
          “Arigatou!” jawab Asuna, “tadi aku melihat kalian diantara penonton. Aku senang kalian semua disini!”
          Kami semua kembali memeluknya, lalu kami berfoto bersama sebelum pulang ke rumah masing-masing.

******

Nihon Daisuki! 2: Go (5)

Nihon Daisuki 2: Dainigakki
Go

          Hari Minggu ini, aku dan teman-teman akan pergi berkunjung ke rumah Asuna. Kami berkumpul dulu di Sekolah Itsumura, lalu kami pergi ke rumah Asuna diantar oleh Asuna dan supir keluarganya.
          “Asuna-san, anata no uchi wa yoi desune ( Asuna, rumahmu bagus sekali),” puji kami kepada Asuna setelah kami sampai ke rumahnya.
          Setelah memasuki rumah, Asuna memperkenalkan Ayah, Ibu, kedua kakaknya, Kyousuke dan Fumiko, dan ketiga adiknya, Michiru, Hiira, dan Riki kepada kami. Lalu kami pergi ke kamar Asuna di lantai dua.
          Sesampainya, kami kembali terkagum-kagum. Sekarang, kami kagum dengan kamar Asuna yang luas dan poster-poster Ballerina di tempat tidur dan di samping tempat tidur.
          Aku pun bertanya, “kamu suka ballet, Asuna-san?”
          “Hai (iya),” jawab Asuna, “aku sudah menari ballet sejak umur 5 tahun.”
          Daichi lalu berkata, “pantas ada 2 poster ballerina di kamarmu.”
          Reiko lalu bertanya, “apakah kamu mengikuti kursus ballet?”
          “Hai (iya),” jawab Asuna, “aku mengikuti kursus ballet setiap hari Selasa dan Kamis sepulang sekolah.”
          Kami pun kaget mendengar perkataan Asuna. “Apakah kamu tidak capek, kursus ballet sepulang sekolah?”
          “Tidak,” jawab Asuna, “aku memilih hari Selasa dan Kamis karena aku ingin selalu menari di pertunjukan dongeng balet dan lomba balet.”
          “Kenapa tidak ambil hari Sabtu saja?” tanya Nagisa.
          “Kalau hari Sabtu saja tidak cukup, dan tidak ada latihan untuk lomba dan pertunjukan di hari Sabtu.”
          Aku dan teman-teman mengangguk. Lalu Asuna melanjutkan pembicaraan.
          “Di sebelah kamarku, ada ruangan kosong dimana aku bisa menari balet kapan saja,” kata Asuna.
          Lalu Nagisa bertanya, “apakah kamu bisa menunjukan gerakkan-gerakkan balletmu?”
          “Hai (iya),” jawab Asuna. Lalu kami memasuki ruangan tersebut setelah Asuna memakai baju balletnya yang berwarna violet. Lalu dia menunjukkan tarian yang dia pernah tampilkan. Aku dan teman-teman tertarik sekali dengan tariannya.
          “Wow, tarianmu bagus sekali, Asuna-san,” kata Nagisa, “aku juga suka menari, tapi aku suka Modern Dance.”
          Lalu Asuna bilang, “kalau begitu, aku ingin kamu menunjukkan Modern Dancemu.”
          Nagisa mengangguk, lalu dia menampilkan Modern Dance yang dia pernah tampilkan.
          “Bagus sekali Modern Dancemu, Nagisa,” kata Asuna.
          “Hehehe, sepertinya kalian berdua cocok menjadi sahabat karena kalian memiliki hobi yang sama. Yaitu menari!” goda Mitsuo.
          “Mitsuo!” kata Nagisa dengan cemberut. Kami semua tertawa.
          Setelah itu, Nagisa bertanya kepada Asuna. “Oh, iya. Asuna, kenapa kamu pindah ke Sekolah Itsumura?”
          Hening seketika. Wajah Asuna berubah menjadi sedih.
          Nagisa kaget. “Eh, g, gomenasai (maaf), aku salah bicara, ya?” tanya Nagisa.
          Asuna menjawab, “ceritanya panjang.”
          Aku pun menepuk pundak Asuna. “Tidak apa-apa. Ceritakan saja kepada kami.”
          Asunapun duduk sebelahku dan teman-teman lalu mulai bercerita. Dulu, sebelum Asuna pindah ke Sekolah Itsumura, Asuna dan ketiga adiknya belajar di Sekolah Tatsunagi. Sebelumnya mereka suka sekolah di situ, tapi ketika sedang belajar, orang-orang berbaju hitam datang menghampiri. Mereka ingin kepala sekolah dan guru-guru membayar utang kepada mereka. Kalau sudah 3 bulan mereka tidak membayar utang, sekolahnya akan dihancurkan dan pria bisnis yang menyuruh orang-orang berbaju hitam itu datang ke sekolah akan membangun sebuah kantor. Asuna dan adik-adiknya memutuskan untuk ikut membantu guru-guru mereka. Utangnya sudah terbayar, tapi pria bisnis dan rekan-rekannya malah menipu seluruh pihak sekolah. Mereka menyuruh semuanya pergi dari sekolah untuk membuat kantor tersebut. Asuna ingin guru-guru memanggil polisi, tapi salah satu gurunya bilang jangan. Beliau berkata kepada Asuna dan teman-temannya untuk pergi, belajar di sekolah yang lebih baik, dan terus mengejar cita-cita. Adik-adik Asuna juga diberi kata-kata itu oleh guru mereka. Akhirnya, Asuna dan adik-adiknya harus mencari sekolah lain.
          Mendengar cerita itu, aku dan teman-teman turut sedih. Lalu aku bertanya, “jadi bagaimana caramu mencari sekolah baru?”
          “Aku mencari di internet,” jawab Asuna, “lalu kami pergi ke sekolah itu. Sudah 3 sekolah dikunjungi, tidak ada sekolah yang aku dan adik-adikku suka. Tapi ketika kami melihat iklan Sekolah Itsumura, kami jadi tertarik untuk belajar di sekolah itu. Ibu dan Ayah juga setuju dengan keputusan kami.”
          Aku dan teman-teman pun kaget. “Yang benar?” Kami tidak tahu iklan tentang Sekolah kami ternyata membuat Asuna tertarik untuk belajar di Sekolah Itsumura.
          Asuna tertawa. “Iya. Lagi pula sekolahnya bagus sekali.”
          “Terima kasih,” kata Reiko.
          Asuna lalu bilang, “sekarang kita kembali ke kamarku, yuk!”
          Aku dan teman-teman mengangguk. Lalu kami bermain di kamar Asuna sampai waktu makan siang sebelum kami pulang.
******