Selasa, 23 Februari 2016

Nihon Daisuki! Roku (6)

Nihon Daisuki!
Roku

          Keesokan harinya, ketika aku sedang siap-siap sekolah, aku mendapatkan BBM dari Reiko.
          Gianna-san, Mitsuo-san telah ditemukan!
          Aku kaget. Lalu aku membalas BBMnya.
          Yang benar?
          Reiko lalu menjawab BBMku.
          Iya. Tadi aku di SMS sama Eri sensei. Nagisa sama Daichi juga. Mitsuo baru ditemukan jam setengah 4. Dia pingsan, Gianna!
          Alhamdullillah, aku mengucap syukur di dalam hati. Mitsuo telah ditemukan, tapi dengan waktu yang bersamaan, aku juga khawatir. Mitsuo juga pingsan. Kira-kira apa yang terjadi sehingga dia pingsan?
          Ketika sarapan, aku memberitahu Mama tentang Mitsuo. Beliau pun ikut bersyukur ketika mendengarnya.
******
          Di sekolah, aku berkumpul bersama Reiko, Nagisa, dan Daichi di meja Reiko.
          “Kasihan Mitsuo, ya,” kata Nagisa.
          “Kenapa dia sampai pingsan begitu, ya?” tanya Daichi.
          “Aku tidak tahu,” jawabku, “aku harap dia tidak terluka.”
          “Kalau begitu, bagaimana kalau kita jenguk dia pas pulang sekolah?” usul Reiko, “aku ingin tahu apa yang terjadi dengannya.”
          “Ide yang bagus, Reiko-san!” kata Daichi, “bagaimana? Kalian mau ikut jenguk Mitsuo, kan?”
          “Aku ikut!” kataku.
          “Aku juga!” kata Nagisa.
          Lalu, bel masuk berbunyi. Kami bergegas duduk di kursi masing-masing.
******
          Pulang sekolah, kami pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Mitsuo. Kami ingin tahu apa yang terjadi sampai dia diculik.
          Di ruangan tempat Mitsuo dirawat, Mitsuo terlihat sangat lemas. Kedua orang tuanya ada di sampingnya. Kami khawatir sekali dengannya.
          “Mitsuo-san!” seru kami serempak.
          “Uh, minna (semuanya),” kata Mitsuo lemah.
          “Kamu tidak apa-apa?” tanyaku.
          “Aku tidak apa-apa. Cuma.....kemarin adalah hari yang menyedihkan bagiku,” jawab Mitsuo. Matanya berkaca-kaca.
          “Kenapa hari itu menyedihkan bagimu?” tanya Reiko.
          Mitsuo menghela napas. Lalu dia bercerita. “Kemarin aku diculik oleh anak buah pamanku. Lalu aku diajak bicara oleh pamanku. Beliau bilang, ‘jangan harap kedua orang tuamu bisa menyelamatkanmu, anak pembawa sial! Saya akan membuat hidupmu penuh dengan penderitaan!’”
          Kami kaget. “Kenapa pamanmu sekarang memanggilmu anak pembawa sial?” tanya Nagisa.
          “Minggu lalu, aku sedang jalan-jalan dengan sepupuku, Yuko. Tapi tiba-tiba saja, sebuah truk nyaris menabrakku. Tapi Yuko, dia menyelamatku. Aku harap masih baik-baik saja, tapi....nyawanya tidak bisa diselamatkan!” Mitsuo mulai menangis.
          Mendengar itu, mataku mulai berkaca-kaca. Lalu, Mitsuo melanjutkan cerita.
          “Sejak itu, Pamanku mulai benci padaku. Beliau mulai memanggilku anak pembawa sial. Karena dia pikir aku yang menyebabkan Yuko kecelakaan, dan itu benar. Semua ini salahku. Aku memang pantas disalahkan!”
          Aku dan teman-teman shock sekali. Aku berbicara dalam hati, Astagfirullah al-adzim. Tega sekali pamannya Mitsuo terhadap keponakannya sendiri walaupun dia hanya kurang berhati-hati. Rasanya aku ingin menangis. Aku turut kasihan pada temanku ini.
          Kami lalu mendekati Mitsuo. “Kami turut menyesal mendengar itu, Mitsuo-san,” kata Daichi, “kami janji. Kami akan selalu melindungimu apa adanya.”
          Mulut Mitsuo terbuka lebar. “Benarkah?”
          “Iya, Mitsuo,” jawabku, “kamu tidak boleh mengalahkan dirimu sendiri terus-menerus. Sekarang ada kami yang akan selalu melindungimu, dan kami akan selalu berdoa supaya pamanmu kembali baik seperti dulu.”
          Mitsuo menghapus air matanya. “Terima kasih, minna-san. Kalian baik sekali. Tuhan memberkati kalian.”
          Kami semua pun berpelukan. Dalam hati aku berdoa, Ya Allah, lindungi Mitsuo. Ampuni dosa-dosa pamannya. Buatlah beliau kembali baik kepada keponakannya sendiri. Amin ya rabbal alamin.
******
          “Hiks, kakak baik banget sama teman kakak,” kata Rani sambil menghapus air matanya karena haru. Aku lalu memeluknya erat.
          “Huh! Lagian sih, pamannya jahat,” kata Danang, “kira-kira dia bakal kembali baik nggak, sih?”
          “Kita, kan nggak pernah tahu kapan, Nang,” kata Mas Edwin, “sekarang lanjutkan ceritanya, Gianna-san.”
******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar