Nihon
Daisuki!
Yon
Hari
ini adalah hari keduaku sekolah di Jepang. Aku sangat bersemangat hari ini.
Kenapa? Karena hari ini ada pelajaran memasak, dan itu adalah pelajaran
favoritku. Kami akan belajar itu di jam pertama, dan aku sangat tidak sabar.
Di
Sekolah Itsumura, pelajaran memasak hanya ada untuk anak-anak SMP dan SMA.
Masing-masing murid harus memakai celemek sendiri. Dapurnya berada di lantai 2
tempat anak-anak SMP belajar.
Sesampainya
di dapur, kami berlima memakai celemek kami masing-masing, lalu guru memasak,
Ichiro sensei datang
ke dapur.
“Ohayou
gozaimasu,” salamnya.
“Ohayou
gozaimasu,” salam kami semua serempak.
“Sekarang,
kalian harus memasak makanan dengan tema daging. Kalian boleh memilih daging
apa saja. Tapi kalian punya 80 menit untuk memasak,” kata Ichiro sensei, lalu kami bergegas pergi ke
pantri untuk mengambil bahan.
Karena temanya daging, aku memutuskan
untuk membuat hidangan Indonesia kesukaanku, yaitu semur daging. Aku tidak
sabar untuk menunjukkan ini kepada teman-teman.
Ketika aku memasak, Ichiro sensei mendekatiku.
“Hmmm.....oishii (enak),” katanya, “kau sedang memasak apa, Gianna-san?”
“Semur daging,” jawabku sambil
mengaduk panci berisi semurnya.
Ichiro sensei lalu mencicipi masakanku
dengan sendoknya, lalu beliau mengangguk dengan senyum. Aku pikir, beliau pasti
menyukainya.
80 menit berlalu. Waktunya Ichiro sensei untuk mencicipi semua hidangan,
lalu beliau bilang kita bisa mencicipi semua hidangan, jadi aku bisa mencicipi
hidangan teman-teman.
“Hmm...oishi desune (enak sekali), Reiko-san,” pujiku setelah aku
mencicipi nasi kari ayam karage buatan Reiko.
“Gianna-san mo (juga). Oishi desune!,”
puji Reiko setelah dia mencicipi semur dagingku. Lalu aku mencicipi hidangan
buatan Nagisa, Daichi, dan Mitsuo, kemudian mereka mencicipi hidanganku.
“Oishi
desune!” puji mereka bertiga kepadaku. Aku jadi senang sekali.
“Gianna-san, kapan-kapan kamu ajarkan
kita cara memasak makanan Indonesia, ya!” kata Daichi.
“Iya, aku ingin tahu banyak makanan
dari negara kamu,” kata Nagisa.
“Aku juga,” kata Mitsuo.
“Iya,” kataku, “kapan-kapan aku
ajarkan. Tapi aku juga mau diajari kalian cara memasak makanan Jepang.”
“Dengan senang hati!” kata keempat
temanku bersamaan.
******
“Wah, Danang jadi laper, nih!” Danang
mengelus perutnya.
“Kenapa? Mau cicip hidangannya Gianna?”
goda Mas Edwin. Danang mengangguk.
Aku tertawa kecil. “Nanti kakak buatin
kapan-kapan, ya,” kataku.
“Hehehe, iya, Kak,” kata Danang, “sekarang
lanjutin dong, ceritanya.”
******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar