Nihon Daisuki!
Nana
Satu bulan berlalu setelah Mitsuo
ditemukan. Aku masih memegang janjiku untuk selalu melindunginya. Aku harap
Allah mengabulkan doaku supaya pamannya Mitsuo kembali baik padanya.
Hari Senin tiba, dan aku dan
teman-teman mendapat berita mengenai guru baru yang akan mengajari pelajaran
terakhir ini, yaitu Geografi. Aku penasaran. Kira-kira siapa yang akan
mengajari kita Geografi?
Setelah aku dan teman-teman duduk di
kursi masing-masing, Eri sensei masuk
bersama seorang wanita cantik berambut panjang lurus bewarna coklat kemerahan.
Sepertinya beliau adalah guru barunya.
“Ohayou
Gozaimasu,” salam Eri sensei.
“Ohayou
Gozaimasu,” salam kami semua.
“Ja,
seperti yang kalian sudah dengar, sekolah kita kedatangan guru baru. Sekarang
perkenalkan dirimu,” kata Eri sensei.
Guru baru
itu lalu memperkenalkan diri. “Hajimemashite.
Watashi wa Hikaru desu. Doozo yoroshiku onegai shimasu.”
“Oke, sekarang waktunya pelajaran
Bahasa Jepang. Kalian akan diajari Geografi dengan Hikaru sensei di jam terakhir,” kata Eri sensei.
“Hai,”
kata kami semua. Lalu kami mulai belajar Bahasa Jepang.
Setelah pelajaran Bahasa Jepang, aku
mengobrol bersama teman-teman di kelas. Kami sedang mengobrol mengenai guru
baru tadi.
“Aku harap guru itu baik,” kata
Nagisa, “aku tidak suka guru yang galak.”
“Tapi beliau cantik sekali,” kata
Daichi.
“Aku juga berpikiran begitu,” kataku.
Kemudian, Eri sensei datang. “Koizumi, kamu ikut saya ke ruang guru.”
“Oh, Hai,” jawab Nagisa, lalu dia pergi mengikut Eri sensei ke ruang guru. Kami juga
mengikutinya, karena kami ingin tahu ada apa.
Sesampainya di ruang guru, kami
melihat seorang pria dan wanita sedang mengobrol dengan Hikaru sensei.
“Otousan
(ayah), okaasan (ibu), kalian sedang
apa di sini?” Oh, ternyata mereka orang tua Nagisa.
Namun....
“Nagisa!” Hikaru sensei memeluknya sambil menangis. Kita semua pun bingung. Kenapa
Hikaru sensei memeluk Nagisa sambil
menangis? Dan kenapa orang tua Nagisa juga ada di ruangan?
“Apa yang terjadi di sini?” tanya
Nagisa, “kenapa sensei memelukku? Dan
kenapa sensei menangis?”
“Nagisa,” kata Mamanya, “maafkan kami,
nak. Kami bukan orang tua kandungmu.”
Semuanya kaget. Nagisa shock sekali. “Jadi kalian...bukan orang
tuaku?!”
Orang tua Nagisa menggeleng. Mata
Nagisa berkaca-kaca. Dia masih shock.
“Apa maksud semua ini?” tanya Nagisa.
Hikaru sensei mulai bercerita. Sejak Nagisa dilahirkan Hikaru sensei, ayah Nagisa meninggal karena
kecelakaan mobil saat pergi ke rumah sakit untuk menyambut Nagisa. Karena
Hikaru sensei tidak sanggup mengurus
Nagisa sendirian, beliau menitipkan Nagisa ke temannya Hisako (Ibu angkat
Nagisa) dan suaminya Tetsu (Ayah angkat Nagisa) untuk menjaga Nagisa.
Tante Hisako melanjutkan cerita.
Beliau dan suaminya melakukan semuanya demi membuat Hikaru sensei bahagia. Mereka janji akan memberi tahu soal orang tua yang
sebenarnya ketika Nagisa sudah dewasa, tapi sudah terlambat sekarang.
Air mata mengalir di pipi Nagisa. Dia
tidak menyangka Hikaru sensei adalah
ibu kandungnya. “Hiks...Okaasan!”
isak Nagisa.
“Sumimasen,
Nagisa. Ibu tidak akan meninggalkan kamu lagi, nak!” tangis Hikaru sensei, “Ibu sayang sama kamu, nak!”
“Aku juga sayang sama ibu!” Nagisa
memeluk erat ibu kandungnya. Suasananya begitu mengharukan. Beberapa guru
menangis, begitu pula aku dan teman-teman. Kami semua terharu dan senang
melihat mereka. Seorang anak bertemu dengan ibu yang melahirkannya. Benar-benar
tidak disangka, Hikaru sensei adalah
ibu kandung Nagisa. Terima kasih Ya
Allah, engkau telah mempertemukan kembali temanku dengan ibunya, doaku
dalam hati sambil menghapus air mataku.
Setelah Nagisa bertemu kembali dengan
ibu kandungnya, Nagisa berterima kasih kepada kedua orang tua angkatnya yang
selama ini merawat dan membesarkannya.
******
“Mengharukan sekali bukan?” tanyaku.
“Iya,” kata Roni, “Roni jadi ingat
cerita yang Bu Shinta bicarakan ke kita. Benarkan, Rani?”
“Iya,” jawab Rani, “cerita itu sangat
mengharukan sehingga membuat Rani menangis, dan ketika Kak Gianna cerita
tentang reuni temannya dengan ibu kandungnya, Rani jadi ingat lagi ceritanya Bu
Shinta.”
Aku merasa ingin menangis lagi, tapi
aku menghela napas untuk menahannya sebelum melanjutkan cerita.
******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar