BB Pembawa Sengsara
Aisha
adalah anak baik dan berprestasi di sekolahnya. Dia pandai berbahasa Inggris
dan menyanyi. Dia mempunyai banyak piala dan penghargaan karena bakat yang dia
punya itu. Cita-citanya adalah menjadi penyanyi terkenal.
Sayangnya
walaupun dia berprestasi, teman-temannya tidak ada yang mau mendekati Aisha. Padahal
dia selalu mengajak teman-temannya berbicara dan bermain bersama. Namun mereka
selalu menjauh, atau diam saja kalo ditanya. Aisha tidak tahu harus berbuat apa
lagi untuk berteman dengan mereka. Itu membuat Aisha kesal sekali. Seperti
siang ini sepulang sekolah.
“SEBEL!”
teriak Aisha sambil membanting pintu kamar.
“Masya
Allah, Sha. Kamu kenapa?” tanya Rita, kakaknya
“Aku
dibenci teman-teman, kak!” jawab Aisha sambil kesal, “sudah habis kesabaranku,
kak! Mereka tidak mau berteman dengan aku! Padahal aku tidak pernah berbuat
jahat ke mereka!”
Rita
mengelus pundak adiknya. “Kakak ngerti kenapa kamu kesel. Tapi kamu harus sabar.
Anggap saja ini adalah cobaan. Kamu juga harus memaafkan teman-teman kamu.
Allah saja mengampuni dosa-dosa umatnya. Harusnya kamu juga seperti itu.”
“Aku
bukan Tuhan, kak. Masa orang-orang jahat kayak mereka dimaafin? Ih, no way! Mereka bukan teman-temanku lagi!
Mereka MUSUH, tahu nggak?” Aisha masih saja kesal.
Belum
sempat Rita menasehati adiknya lagi, mereka dipanggil ibu untuk makan siang di
lantai bawah.
Di
meja makan, Aisha masih saja cemberut ketika makan. Ibu Aisha pun menjadi
heran.
“Sha,
kamu kenapa, nak? Kok cemberut begitu?” tanya ibu. Aisha diam saja. Rita pun
menjelaskan kepada ibu mengenai kondisi adiknya.
“Astagfirullah
al-adzim. Tega sekali teman-temanmu,” kata ibu, “kamu yang sabar ya, nak. Kamu berdoa
saja sama Allah supaya mereka nggak benci lagi sama kamu. Kamu juga harus
memaafkan mereka, ya.”
Mendengar
perkataan ibu, Aisha langsung memukul meja makan. Rita dan ibu kaget. “Ibu sama
saja kayak Kak Rita! Aku kan sudah bilang, mereka bukan teman-teman ku lagi,
mereka MUSUH! Jadi jangan harap aku bisa memaafkan mereka!” Aisha mengambil
piringnya lalu makan di kamar.
******
Keesokan
harinya...
“Sha,
kok kamu masih pake baju rumah? Kamu gak pergi sekolah?” tanya Rita.
“Aku
nggak mau sekolah,” jawab Aisha sambil membolak-balikkan halaman majalah.
“Lho,
kenapa? Masih kesel sama teman-teman?” tanya Rita.
“Iya,”
jawab Aisha, “pasti mereka senang kalau aku tidak ada di kelas.”
"Ya Allah, Sha. Kamu nggak boleh bilang kayak gitu,” kata Rita, “kamu kan juga harus sekolah, Sha.”
"Ya Allah, Sha. Kamu nggak boleh bilang kayak gitu,” kata Rita, “kamu kan juga harus sekolah, Sha.”
“Kalau
begitu aku ingin pindah sekolah dengan teman-teman yang BAIK sama aku,” kata
Aisha, “sekarang kakak berangkat sendiri saja deh. Aku mau belajar di rumah
saja.”
Setelah
Rita pergi ke sekolah, Aisha mengambil buku-buku pelajarannya. Dia merasa lebih
tenang tapi dia kehilangan suasana belajar di kelas.
Siangnya
saat Rita pulang, dia langsung ke kamar Aisha. Dia lalu mengeluarkan sebuah telepon
genggamnya.
“Ada
apa, kak?” tanya Aisha.
“Dengarkan
saja. Nanti kamu juga tahu,” kata Rita. Dia lalu menyetel telepon genggamnya ke
pengeras suara.
“Halo, Sha. Ini Rachel, Dona, dan Dina. Kamu
pasti kaget dengar suara kita. Kak Rita tadi datang ke kelas dan berbicara
dengan kami tentang kamu. Kami tahu kamu baik banget sama kita. Kami tidak
bermaksud jahat kepada kamu. Tapi ada satu hal yang membuat kami tidak mau berdekatan
denganmu. Tapi kamu jangan marah, ya kalau kita kasih tahu. Kamu itu punya bau
badan. Kami tidak tahan dengan bau badan kamu. Maafkan kami, ya.”
Mulut
Aisha terbuka lebar. “Sekarang kamu tahu, kan kenapa mereka menjauhi kamu?” kata
Rita, “ibu kan sudah sering marah. Kamu mandi cuma sebentar. Kamu mandi tidak
pernah bersih. Kakak juga sering kok membaui kamu.”
Aisha
membaui dirinya. Tidak bau koq. Tapi dia sadar bahwa dia memang malas mandi
berlama-lama. Dia memang tidak menggosok badannya dengan sabun scara benar. Dia
juga malas. Memakai deodoran sekali pun ibu berulang-ulang memperingatinya.
“Makanya
kalau mandi, yang bersih. Kalau nggak bersih, akibatnya dijauhin kan sama
teman-teman?” kata Rita lagi.
“Iya
kak,” keluh Aisha, “aku pikir mereka tidak senang sama aku. Ternyata karena aku
punya bau badan.”
Rita
mengelus punggung adiknya. “Udah, kamu nggak usah sedih. Mulai sekarang, kamu
mandinya yang bersih supaya kamu nggak bau lagi, ya. Dan jangan lupa memakai
deodoran serta pewangi badan.”
Aisha
mengangguk. “Iya, kak. Aku akan mandi yang bersih. Dan kakak harus memberitahu
aku apakah aku masih bau atau tidak.”
******
Keesokan
harinya, Aisha bangun pagi-pagi sekali. Tidak seperti biasa, dia mandi lebih
lama. Dia menggosok badannya sampai ia merasa bersih, lalu menggunakan deodoran
serta pewangi badan.
“Aku
masih bau badan nggak?” tanya Aisha ke kakaknya.
Rita
lalu mencium badan Aisha. “Nggak, Sha. Badan kamu sudah bersih. Plus, kamu juga harum!” puji Rita.
“Alhamdulillah!
Semoga bau harumku bertahan lama ya kak!” seru Aisha. Lalu dia sarapan bersama
keluarganya.
Di
sekolah, Aisha mendekati Rachel, Dona, dan Dina. “Hai, guys. Aku sudah dengar apa yang kalian bilang kemarin ke kakakku.
Maafkan aku, ya. Aku sudah berprasangka buruk sama kalian.”
“Nggak
apa-apa, Sha,” kata Rachel, “kita juga minta maaf ke kamu karena sudah menjauhi
kamu. Kami tidak sampai hati bilang apa yang sebenarnya.”
“Iya,
Sha. Kita saling memaafkan ya. Mulai sekarang, kita saling jujur supaya tidak
terjadi lagi kesalahpahaman,” tambah Dona.
“Jadi
sekarang, aku masih BB gak?,” tanya Aisha
“Nggak
koq, Sha. Sekarang bau kamu wangi semerbak bunga,” kata Dina sambil membentangkan
tangannya bak model pengharum badan. “Kita nggak harus tahan napas lagi kalo
kamu ada di dekat kita.”
Aisha
mengangguk. “’Makasih, ya guys. Janji
ya kalian akan bilang ke aku kalo bau badanku kembali lagi.”
“Siap!”
kata Rachel, Dona, dan Dina bersamaan.
******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar