Nihon Daisuki!
Roku
Keesokan harinya, ketika aku sedang
siap-siap sekolah, aku mendapatkan BBM dari Reiko.
Gianna-san,
Mitsuo-san telah ditemukan!
Aku
kaget. Lalu aku membalas BBMnya.
Yang
benar?
Reiko
lalu menjawab BBMku.
Iya.
Tadi aku di SMS sama Eri sensei. Nagisa sama Daichi juga. Mitsuo baru ditemukan
jam setengah 4. Dia pingsan, Gianna!
Alhamdullillah, aku mengucap syukur di
dalam hati. Mitsuo telah ditemukan, tapi dengan waktu yang bersamaan, aku juga
khawatir. Mitsuo juga pingsan. Kira-kira apa yang terjadi sehingga dia pingsan?
Ketika sarapan, aku memberitahu Mama
tentang Mitsuo. Beliau pun ikut bersyukur ketika mendengarnya.
******
Di sekolah, aku berkumpul bersama
Reiko, Nagisa, dan Daichi di meja Reiko.
“Kasihan Mitsuo, ya,” kata Nagisa.
“Kenapa dia sampai pingsan begitu,
ya?” tanya Daichi.
“Aku tidak tahu,” jawabku, “aku harap
dia tidak terluka.”
“Kalau begitu, bagaimana kalau kita
jenguk dia pas pulang sekolah?” usul Reiko, “aku ingin tahu apa yang terjadi
dengannya.”
“Ide yang bagus, Reiko-san!” kata
Daichi, “bagaimana? Kalian mau ikut jenguk Mitsuo, kan?”
“Aku ikut!” kataku.
“Aku juga!” kata Nagisa.
Lalu, bel masuk berbunyi. Kami
bergegas duduk di kursi masing-masing.
******
Pulang sekolah, kami pergi ke rumah
sakit untuk menjenguk Mitsuo. Kami ingin tahu apa yang terjadi sampai dia
diculik.
Di ruangan tempat Mitsuo dirawat,
Mitsuo terlihat sangat lemas. Kedua orang tuanya ada di sampingnya. Kami
khawatir sekali dengannya.
“Mitsuo-san!” seru kami serempak.
“Uh, minna (semuanya),” kata Mitsuo lemah.
“Kamu tidak apa-apa?” tanyaku.
“Aku tidak apa-apa. Cuma.....kemarin
adalah hari yang menyedihkan bagiku,” jawab Mitsuo. Matanya berkaca-kaca.
“Kenapa hari itu menyedihkan bagimu?”
tanya Reiko.
Mitsuo menghela napas. Lalu dia
bercerita. “Kemarin aku diculik oleh anak buah pamanku. Lalu aku diajak bicara
oleh pamanku. Beliau bilang, ‘jangan harap kedua orang tuamu bisa
menyelamatkanmu, anak pembawa sial! Saya akan membuat hidupmu penuh dengan
penderitaan!’”
Kami kaget. “Kenapa pamanmu sekarang
memanggilmu anak pembawa sial?” tanya Nagisa.
“Minggu lalu, aku sedang jalan-jalan
dengan sepupuku, Yuko. Tapi tiba-tiba saja, sebuah truk nyaris menabrakku. Tapi
Yuko, dia menyelamatku. Aku harap masih baik-baik saja, tapi....nyawanya tidak
bisa diselamatkan!” Mitsuo mulai menangis.
Mendengar itu, mataku mulai
berkaca-kaca. Lalu, Mitsuo melanjutkan cerita.
“Sejak itu, Pamanku mulai benci
padaku. Beliau mulai memanggilku anak pembawa sial. Karena dia pikir aku yang
menyebabkan Yuko kecelakaan, dan itu benar. Semua ini salahku. Aku memang
pantas disalahkan!”
Aku dan teman-teman shock sekali. Aku berbicara dalam hati, Astagfirullah al-adzim. Tega sekali
pamannya Mitsuo terhadap keponakannya sendiri walaupun dia hanya kurang
berhati-hati. Rasanya aku ingin menangis. Aku turut kasihan pada temanku ini.
Kami lalu mendekati Mitsuo. “Kami
turut menyesal mendengar itu, Mitsuo-san,” kata Daichi, “kami janji. Kami akan
selalu melindungimu apa adanya.”
Mulut Mitsuo terbuka lebar.
“Benarkah?”
“Iya, Mitsuo,” jawabku, “kamu tidak
boleh mengalahkan dirimu sendiri terus-menerus. Sekarang ada kami yang akan
selalu melindungimu, dan kami akan selalu berdoa supaya pamanmu kembali baik
seperti dulu.”
Mitsuo menghapus air matanya. “Terima
kasih, minna-san. Kalian baik sekali.
Tuhan memberkati kalian.”
Kami semua pun berpelukan. Dalam hati
aku berdoa, Ya Allah, lindungi Mitsuo.
Ampuni dosa-dosa pamannya. Buatlah beliau kembali baik kepada keponakannya
sendiri. Amin ya rabbal alamin.
******
“Hiks, kakak baik banget sama teman
kakak,” kata Rani sambil menghapus air matanya karena haru. Aku lalu memeluknya
erat.
“Huh! Lagian sih, pamannya jahat,”
kata Danang, “kira-kira dia bakal kembali baik nggak, sih?”
“Kita, kan nggak pernah tahu kapan,
Nang,” kata Mas Edwin, “sekarang lanjutkan ceritanya, Gianna-san.”
******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar