Penyesalan Gadis
Sombong
Citra
adalah anak yang berprestasi di sekolahnya. Dia paling suka bergaya, main drama,
dan pintar Bahasa Jepang. Tapi walaupun dia berprestasi, banyak murid yang
tidak suka kepadanya, karena Citra mempunyai sifat sombong dan tak tahu diri.
Seperti pagi ini.
“Guys, coba lihat nih, pulpen baru gue.
Bagus, kan?” Citra memamerkan pulpen barunya ke Della, Siti, dan Rashida.
“Wah,
bagus banget. Lo beli dari mana?” tanya Siti sambil memandang terus pulpen Citra.
“Di
Jepang,” jawab Citra dengan sombong.
“Jepang?”
Rashida tampak terkagum-kagum dengan pulpen itu, “gue boleh pengang, nggak?”
“Enak
aja, nggak boleh!” bentak Citra, “pulpen ini punya gue, dan jangan harap gue
bisa meminjamkan ini ke lo!” Lalu dia duduk di kursinya yang berada paling
depan.
Della,
Siti, dan Rashida merasa jengkel dengan sikap Citra. Mereka bergegas pergi
menjahuinya.
Buat apa minjemin
pulpen ini ke teman-teman? batin Citra, biar mereka saja cari sendiri. Lagipula gue ini orang kaya, dan gue
tidak mau membagikan kekayaan gue ke siapapun, terutama yang selalu hidup
melarat. Hahahaha!
Kemudian,
ada murid yang datang. Ternyata Afifah, salah satu teman yang paling dibenci
Citra karena dia merupakan murid yang paling berprestasi darinya, tapi Afifah
itu murid yang baik dan tidak sombong walaupun dia cuma anak biasa saja.
Setelah
Afifah duduk, dia mengeluarkan sebuah buku. Della, Siti, dan Rashida datang
menghampirinya.
“Hei,
Fah. Buku apa itu?” tanya Siti.
“Ini
buku kesukaaan gue. Gue kadang-kadang selalu membaca buku ini di rumah. Soalnya
buku ini berisi lucu-lucuan,” jawab Afifah.
“Wah,
bagus banget. Gue boleh lihat, nggak?” tanya Della, “kalau ada buku yang isinya
lucu-lucuan, gue jadi pengen baca.”
“Boleh,
tapi jangan lupa dikembaliin, ya,” kata Afifah sambil menyerahkan bukunya ke
Della.
Melihat
Afifah meminjamkan bukunya ke teman-temannya, Citra merasa iri. Dia memang
orang kaya, tapi banyak orang yang menyukai Afifah daripada dirinya. Uuuughh, jangan si sok baik itu lagi!
Walaupun dia cuma biasa, tapi selalu saja disukain sama banyak orang daripada
gue, batin Citra kesal, lalu dia mempunyai ide nakal terbayang di
kepalanya. Diapun tersenyum kecil.
Saat istirahat, Citra melihat Afifah
dan teman-temannya keluar kelas. Dia bergegas melaksanakan ide jahatnya. Gue udah gak sabar melihat reaksi Afifah
saat dia masuk kelas. Pasti dia akan shock sekali. Hahahaha! Hahahahaha!,
kata Citra didalam hati.
******
“Da,
lihat buku gue, nggak?” tanya Afifah setelah dia kaget buku kesukaannya hilang.
“Memangnya
kenapa, Fah? Buku lo hilang?” tanya Rashida sambil menghampiri meja Afifah.
“Iya,
tiba-tiba aja hilang begitu saja,” jawab Afifah. Wajahnya seperti mau menangis.
“Ya
Allah, Fah. Sabar, ya. Nanti gue bantu cari,” kata Rashida.
“Gue
juga mau ikut cari,” kata Della yang juga ikut mendengar, “by the way, tadi lo taruh di mana buku lo? Tadikan gue udah balikin
ke lo.”
“Gue
tahu lo udah balikin, tapi tiba-tiba saja hilang,” keluh Afifah, “padahal ada
di dalam tas sebelum kita ke kantin.”
“Ya
udah, kalau gitu ayo kita cari bareng,” kata Siti, lalu semuanya bergegas
mencari buku Afifah, kecuali Citra yang tersenyum sinis karena ide nakalnya
berhasil. Gue tahu, pasti lo akan menangis terus setelah lo
pulang, batin Citra. Lalu, bel masuk berbunyi, waktunya untuk dua pelajaran
terakhir sebelum pulang.
******
Pulang sekolah, Citra menaiki angkot
tanpa orang-orang disampingnya. Dia juga membeli plastik kecil berisi kentang
goreng BBQ kesukaannya untuk makan saat perjalanan pulang.
Setelah angkot sampai ke tempat
tinggalnya, Citra melanjutkan perjalanannya dengan jalan kaki. Namun ketika dia
sudah dekat rumah, dia kaget. Plastik kentang goreng yang dia pegang jatuh ke
jalan. Banyak mobil polisi berkumpul di depan rumahnya. Dia juga semakin kaget
melihat papanya diborgol oleh polisi-polisi tersebut. Mama Citra yang juga
diluar menangis. Kenapa, ya?
“Papa!” seru Citra, “papa, ada apa
ini? Mau apa kalian dengan papa saya?”
Papa Citra memandang Citra dengan
wajah sedih. Matanya berkaca-kaca. “Citra, maafkan papa, nak.”
“Maaf? Maaf buat apa, pa? Kenapa
polisi-polisi ini memborgol papa?” isak Citra.
“Papa kamu ini kami tangkap karena
semua tindakkan kejahatannya,” kata seorang polisi dengan nada marah, “sekarang
permisi. Kami harus membawa penjahat ini ke kantor polisi, SEKARANG.”
Citra merasa tidak percaya. Dia
terus memegang tangan papanya, tapi polisi itu terus menarik papa ke mobil
polisi.
“TIDAAAK!” teriak Citra, “jangan
bawa papa saya ke penjara! PAPAAA!”
******
Citra menangis seharian di kamarnya.
Dia sama sekali tidak tahu apa yang selama ini papanya lakukan kepadanya.
Kenapa tiba-tiba saja papanya ditangkap polisi? Dan kenapa tiba-tiba saja papa
minta maaf kepada Citra?
“Ma, kenapa papa tiba-tiba saja
ditangkap polisi, ma? Apa yang selama ini papa lakukan kepada Citra?” tangis
Citra sambil menutup wajahnya.
Mama Citra yang sedang mengelus
punggungnya pun menghela napas. Lalu dia
bercerita tentang papa kepada Citra. “Cit, maafkan papa selama ini ke kamu.
Sebenarnya, papa telah melakukan banyak penipuan di berbagai tempat.”
“Penipuan?” Citra menghapus air
matanya.
“Iya, penipuan. Dia selama ini
memberikan apa yang kamu mau karena itu,” kata mama Citra dengan mata
berkaca-kaca.
Citra kaget lagi, “j, jadi selama
ini, p, papa banyak menipu supaya kita jadi kaya?”
Mama Citra mengangguk. Lalu,
terbayang semua masalah yang pernah dibuat Citra ke teman-teman. Dia merasa
malu, sedih, dan menyesal karena sombong, dan sekarang dia tahu, kalau papanya
banyak menipu supaya kaya.
“Sekarang kamu sudah tahukan, nak?”
tanya mama sambil terus mengelus punggung Citra yang masih menangis.
“Iya, sekarang Citra tahu,” kata
Citra, lalu dia memeluk mamanya, “mama, maafin Citra juga ya, ma. Citra juga
udah banyak salah. Citra udah sombong sama teman-teman, sekarang Citra menyesal
seperti papa, ma...”
Mama Citra yang juga tahu Citra
selama ini sombong pun tersenyum, “kamu nggak usah nangis lagi, Cit. Mama udah
maafin kamu, kok. Cuma kamu harus minta maaf juga sama teman-teman.”
Citra mengangguk. Tapi dia tidak
berani masuk sekolah. Dia takut teman-temannya pasti tidak mau memaafkannya.
Keesokan harinya, mama Citra terus-terusan mengetuk pintu
kamar Citra.
“Cit, ayo sarapan nak. Kamu harus sekolah!” kata mama
Citra.
“NGGAK!” teriak Citra, “Citra nggak mau sekolah. Citra
takut!”
“Citra!” seru mama, “kamu tidak boleh bertingkah seperti
anak kecil. Ayo keluar, nak!”
“POKOKNYA AKU TIDAK MAU!” Citra berteriak lebih keras.
Mama Citra pun lelah mengajak Citra keluar. Beliau pun bergegas pergi sarapan
tanpa Citra.
******
Siang itu, Citra masih saja berdiam
diri di kamar, namun mamanya mengetuk pintu kamarnya lagi.
“Citra, ayo keluar dulu, nak,” kata
mama Citra.
“Memangnya mama masih mau Citra
sekolah?” Citra masih tidak mau keluar, “kan Citra udah bilang...”
“Mama tahu kamu nggak mau sekolah,
tapi ada teman-teman kamu, sayang.”
Citra tertegun. Kenapa teman-teman
tiba-tiba saja mengujungi rumahnya? Padahal tidak ada yang mau ke rumahnya
karena Citra sombong.
“Ayo, sayang. Keluarlah. Teman-teman
kamu sudah menunggu,” kata mama, “mereka tidak akan mengejek kamu, kok.”
Dengan perasaan tegang, Citra
membuka pintu kamar perlahan-lahan. Ternyata ada Afifah, Della, Siti, dan
Rashida.
“Kalian sedang apa di sini?” tanya
Citra.
Afifah lalu maju dan menepuk pundak
Citra, “kami sudah mendengar kabar tentang bokap lo. Jadi kami ingin
menjenguk lo.”
“Hah?” Citra merasa tidak percaya,
“k, kalian tahu dari siapa bokap gue ditangkap?”
Afifah, Della, Siti, dan Rashida
menunjuk ke arah mama Citra. Citra semakin saja tidak percaya.
“M, mama?” tanya Citra.
Mama mengangguk, “tadi mama sudah
datang ke sekolah kalau kamu tidak mau sekolah karena kabar kemarin. Makanya
banyak yang kasihan sama kamu, terutama mereka berempat. Jadi mama bawa mereka
kesini.”
Citra pun memandang keempat temannya
yang tersenyum kepadanya. Apakah mereka
akan memaafkan semua kesalahanku? Tanyanya dalam hati, palingan aku coba minta maaf, deh. Tapi kalau mereka tidak mau
memaafkanku, ya sudah.
Citra kemudian mengambil buku
kesukaan Afifah yang ternyata dia ambil kemarin lalu menyerahkankannya kepada Afifah.
Semuanya kaget.
“Jadi, lo yang mengambil buku
kesukaan gue, Cit?” tanya Afifah.
Citra mengangguk lalu berkata kepada
teman-temannya, terutama Afifah. “Guys,
maafkan gue, ya. Gue udah sombong, nggak tahu diri, terus gue juga sering
memamerkan kekayaan gue ke kalian. Sekarang setelah bokap gue masuk penjara
karena menipu, gue udah insyaf. Maafkan gue sekali lagi.”
Afifah lalu mengambil bukunya
kemudian merangkul tubuh Citra, diikuti Della, Siti, dan Rashida. Mereka sama
sekali tidak marah kepada Citra. “Sudahlah, Cit. Lo nggak usah sedih melulu.
Lagipula kami sudah memaafkan lo, kok,” kata Rashida.
Mulut Citra menyanga lebar, “b,
benarkah?”
“Iya, Cit. Kami sudah memaafkan, lo.
Cuma lo harus janji untuk jangan sombong lagi, ok?” kata Della.
Citra mengangguk, “ok, gue janji.
Mulai sekarang gue tidak akan sombong lagi.”
Lalu, Citra dan teman-temannya
berpelukan. Akhirnya, Citra berubah menjadi anak yang baik dan tidak sombong di
sekolahnya.
******